Apa yang kamu lihat?
Apakah sebuah tulisan? Tanda tanya?
Ataukah sebuah halaman kosong berwarna hitam-abu-abu?
Ada sejuta jawaban untuk pertanyaan “apa yang kamu lihat” diatas. Dan semua jawaban tersebut bisa saja benar, tergantung siapa yang menjawabnya. Lalu sekarang, bisakah kamu mengatakan, apakah yang ada didalam kepala saya? Dalam sebuah penilaian instan tanpa informasi yang cukup, bisakah anda sekalian menjawab pertanyaan yang saya berikan?
Saya rasa sih, tidak.
Saat ini, banyak pertanyaan berkecamuk di kepala saya, semuanya lewat deras ketika saya duduk diam di beranda seorang kawan, menghisap karbondioksid jam 5 pagi sekedar ingin menenangkan diri. Namun sebaliknya, kepala yang diniatkan istirahat ini bahkan tidak sanggup menghabiskan sebatang rokok yang amat nikmat itu, semua hanya didasari keinginan luar biasa untuk menuangkan buah pikiran yang mungkin dangkal ini kedalam bentuk tulisan yang terpetakan, sepeti saya biasa katakan.
Lalu, apakah hidup itu? Bagimanakah saya melihat hidup?
Bayangkanlah, hidup ini bagaikan terowongan air raksaksa, begitu besarnya bahkan tidak dapat diukur dengan skala yang diciptakan manusia saat ini, mT, Lightspeed, Tera dan lainnya. Terowongan tersebut diisi oleh pipa-pipa yang begitu banyaknya, dan pipa-pipa tersebut adalah kita, manusia, dan makhluk-makhluk lainnya yang turut mengemban nyawa di dunia ini. Dan air yang mengalir didalamnya adalah alur hidup kita, sebuah proses berkembangnya sebuah individu, dari tempatnya berawal sampai akhir nanti pipa tersebut berakhir.
Kesemua pipa tersebut terbuat dari berbagai macam material, ada yang terbuat dari kayu, besi, kaca, kain, dan bahkan tanah. Begitupula air yang dilewatinya, bisa saja air itu adalah air biasa, atau air asin, susu, arak, kopi, teh dan banyak lagi. Kedua hal tadi dilambangkan sebagai kepribadian seseorang dan bagaimana seseorang tadi melewati hidupnya. Apakah keruh seperti air kubangan? Gelap-pahit sepeti kopi? Ataukah menyegarkan dan ringan seperti air kelapa?
Tidak mudah bagi satu pipa menembus pipa lainnya, atau berdampingan hingga masing-masing air dari kedua pipa tersebut becampur dan menuju kepada satu tujuan. Derajat kekerasan, jenis air yang berbeda, massa jenis air yang mungkin saja berbeda, dan memang arah berlainan yang mengarahkan kedua pipa tersebut ke tempat yang bebeda.
Siapa yang tidak ingin, memiliki pipa sekuat besi, sefleksibel karet, berestetika tinggi bagai kayu mahogani, dan tentunya memiliki air jernih yang mengalir lincah tanpa hambatan ke tempatnya berlabuh nanti? Yang jelas, saya ingin.
Analogi yang tidak relevan memang, tapi inilah yang bisa saya gambarkan.
Lalu, bagaimanakah dengan pipa dan air yang saya miliki? Wah.. tidak bisa dilukiskan saking cacatnya.
Apakah sebuah tulisan? Tanda tanya?
Ataukah sebuah halaman kosong berwarna hitam-abu-abu?
Ada sejuta jawaban untuk pertanyaan “apa yang kamu lihat” diatas. Dan semua jawaban tersebut bisa saja benar, tergantung siapa yang menjawabnya. Lalu sekarang, bisakah kamu mengatakan, apakah yang ada didalam kepala saya? Dalam sebuah penilaian instan tanpa informasi yang cukup, bisakah anda sekalian menjawab pertanyaan yang saya berikan?
Saya rasa sih, tidak.
Saat ini, banyak pertanyaan berkecamuk di kepala saya, semuanya lewat deras ketika saya duduk diam di beranda seorang kawan, menghisap karbondioksid jam 5 pagi sekedar ingin menenangkan diri. Namun sebaliknya, kepala yang diniatkan istirahat ini bahkan tidak sanggup menghabiskan sebatang rokok yang amat nikmat itu, semua hanya didasari keinginan luar biasa untuk menuangkan buah pikiran yang mungkin dangkal ini kedalam bentuk tulisan yang terpetakan, sepeti saya biasa katakan.
Lalu, apakah hidup itu? Bagimanakah saya melihat hidup?
Bayangkanlah, hidup ini bagaikan terowongan air raksaksa, begitu besarnya bahkan tidak dapat diukur dengan skala yang diciptakan manusia saat ini, mT, Lightspeed, Tera dan lainnya. Terowongan tersebut diisi oleh pipa-pipa yang begitu banyaknya, dan pipa-pipa tersebut adalah kita, manusia, dan makhluk-makhluk lainnya yang turut mengemban nyawa di dunia ini. Dan air yang mengalir didalamnya adalah alur hidup kita, sebuah proses berkembangnya sebuah individu, dari tempatnya berawal sampai akhir nanti pipa tersebut berakhir.
Kesemua pipa tersebut terbuat dari berbagai macam material, ada yang terbuat dari kayu, besi, kaca, kain, dan bahkan tanah. Begitupula air yang dilewatinya, bisa saja air itu adalah air biasa, atau air asin, susu, arak, kopi, teh dan banyak lagi. Kedua hal tadi dilambangkan sebagai kepribadian seseorang dan bagaimana seseorang tadi melewati hidupnya. Apakah keruh seperti air kubangan? Gelap-pahit sepeti kopi? Ataukah menyegarkan dan ringan seperti air kelapa?
Tidak mudah bagi satu pipa menembus pipa lainnya, atau berdampingan hingga masing-masing air dari kedua pipa tersebut becampur dan menuju kepada satu tujuan. Derajat kekerasan, jenis air yang berbeda, massa jenis air yang mungkin saja berbeda, dan memang arah berlainan yang mengarahkan kedua pipa tersebut ke tempat yang bebeda.
Siapa yang tidak ingin, memiliki pipa sekuat besi, sefleksibel karet, berestetika tinggi bagai kayu mahogani, dan tentunya memiliki air jernih yang mengalir lincah tanpa hambatan ke tempatnya berlabuh nanti? Yang jelas, saya ingin.
Analogi yang tidak relevan memang, tapi inilah yang bisa saya gambarkan.
Lalu, bagaimanakah dengan pipa dan air yang saya miliki? Wah.. tidak bisa dilukiskan saking cacatnya.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comment:
Post a Comment