Skinpress Demo Rss

My Name Is Khan

Filed Under ( ) by Pitiful Kuro on Tuesday, April 20, 2010

Posted at : 1:50 PM



Bercerita tentang Rizwan Khan (Shahrukh Khan), penderita asperger syndrome, yaitu salah satu jenis autisme dimana penderitanya mengalami kesulitan dalam berkomunikasi dan tidak mengerti kiasan, tapi dalam beberapa kasus penderitanya memiliki kecerdasan diatas rata-rata. Film ini dimulai dengan Rizwan yang sedang berada di bandara Washington, ia dicurigai dan digeledah oleh petugas pemeriksaan, setelah tidak ditemukan suatu apapun yang mencurigakan dari dirinya, petugas bertanya padanya sedang apa di Washington. Jawaban yang diberikan Rizwan begitu ringkas dan mengejutkan, ia ingin bertemu dengan presiden dan mengatakan: “My name is Khan, and I am not a terrorist.”

Kenapa dia ingin menemui presiden dan menyampaikan hal tersebut? Pertanyaan ini akan terjawab seiring dengan berjalannya film yang memakai metode flashback dalam penyampaiannya ini. Rizwan kecil tinggal bersama ibu dan adiknya, ia tidak diterima oleh rekan-rekan sekolahnya karena keterbelakangan mental yang ia derita. Walaupun begitu, ibunya tidak kehabisan akal dan menyuruh Rizwan untuk belajar dengan seorang sarjana tua di daerah rumahnya.

Setelah ibunya meninggal, Rizwan diputuskan untuk tinggal di Amerika dengan adiknya yang telah lebih dulu berada disana. Sebagai penderita autisme, berada di lingkungan baru menjadi sebuah kesulitan tersendiri bagi Rizwan, ditambah dengan sang adik yang nampak apatis terhadapnya. Namun semua itu bukanlah halangan bagi seorang penderita asperger syndrome untuk jatuh cinta, Mandira (Kajol), seorang hairdresser yang Rizwan temui secara tidak sengaja membuatnya jatuh hati, dan memutuskan untuk menikahinya.

Kesempurnaan hidup Rizwan ternyata tidak bertahan lama, 11 September 2001, tanggal dimana gedung kembar WTC di bom oleh teroris turut berdampak pada Rizwan dan keluarganya yang memiliki nama muslim, diskriminasi dan pengucilan dialami oleh mereka.

==

Gw belum pernah nonton film india sampai abis sebelumnya, selain durasinya yang bisa bikin kuda beban ngantuk, score dan sinematografinya bikin leher gue meremang. Seinget gue sih, film india yang pernah gue tonton—paling nggak setengahnya—itu cuma Kuch-Kuch Hota Hai.

Bersyukur deh sama film ini, film yang masih tergolong bollywood ini memberikan format baru didalam sebuah genre. Ketika gue dibuat khawatir dengan acting berlebihan dan plotline ala indihe, gue diberikan sebuah storyline yang memang sangat sulit untuk diangkat kedalam sebuah film. Agama, ras, autisme, diskriminasi dan penyingkapan perbedaan. Tentunya menggabungkan hal-hal yang sensitif dan meramunya agar menjadi sesuatu yang tidak kontroversial, tapi memberikan sebuah pesan mendalam yang membuat orang yang menontonnya dapat memiliki sudut pandang baru bukanlah hal yang mudah. Karan Johar sebagai director nampaknya sangat terbuka dan tidak membatasi format film hanya dengan format bollywood yang sudah kita kenal selama ini, walaupun memang banyak adegan yang memang sangat bollywood sekali. Misalnya, Rizwan yang dibuat sangat heroik saat menyelamatkan korban katrina di gereja, kamera masih saja sempat menyorotnya ketika sedang mengibaskan rambut—dengan seksi, lengkap dengan senyum 5000 watt nya. =))

Film ini juga cukup berani memasukkan dialog-dialog yang cukup berbahaya, namun dengan cerdasnya, keberbahayaan dialog tersebut diubah menjadi hal yang membuat kita berkaca pada diri sendiri, terutama untuk mereka yang beragama Islam.

Akting pemainnya juga sangat oke, terutama tentunya Sharukh Khan yang berperan sebagai penderita autisme, gerak tubuh, pandangan mata dan logat bicaranya sangat sempurna. Melihat aktingnya, saya teringat dengan Tom Hanks dengan perannya dil film Forest Gump, yang juga sangat baik memerankan perannya. Untuk pemain lain, Kajol juga sangat oke, namun saya agak merasa janggal dengan perannya sebagai seorang ibu yang ditinggal anaknya. Oh iya, saya lupa, chemistry diantara Shahrukh dan Kajol memang sangat klop.

Walaupun katanya film ini menguras air mata, sayangnya saya nggak nangis tuh. Ah, kayanya bukan salah filmnya, emang sayanya aja yang bebal. Hehe.

Random Deh

Filed Under ( ) by Pitiful Kuro on Thursday, April 15, 2010

Posted at : 1:17 AM

Fyuh.. baru beberapa minggu nganggur aja bosennya gue ampun-ampunan. Padahal pas banyak task, maunya libur lama gak ngapa-ngapain kan? Makan nih. Menurut gue sih masih lebih enakan ambruk karena kebanyakan tugas dan kegiatan daripada ambruk karena kebanyakan istirahat, seenggaknya udah ngehasilin sebuah dua buah output yang bisa dinikmati sambil senyum puas.

Kerjaan gue baru bisa dimulai akhir april ini, terapi-terapi juga baru dimulai minggu ini. Sayangnya semua kegiatan itupun nggak menuntut waktu gue secara maksimal, aktif paling banyak ya 5 hari seminggu. Bener-bener kosong, mau nulis pun, yang fiksi ngga bisa maju, yang riil juga ngga ada bahan, mau (sok) berteori juga ngga ada sesuatu yang bikin gue gatel untuk nulis. Hwueh? Jadilah, 98 persen kemungkinan post ini berisi hal-hal random sampah gak penting yang bakalan bikin sakit mata mereka yang baca.. kalo ada :P

Sekarang gue di Bandung loh.. ada panggilan alam yang manggil gue untuk balik sekitar 3-4 harian, selain ngurus pindahan kosan ke DU, juga ada beberapa hal lain yang harus gue urus. Yeah, gue pindah kosan sekarang, ke daerah dipati ukur. Sejauh ini, gue ngerasa kosannya pewe abis, letaknya di lantai 3, kamar gue langsung ngehadep ke luar, pemandangannya juga oke, dan ada lantai atasnya lagi yang biasa dipake buat jemuran—yang tentunya bakalan gue pake buat ngerokok dan ngopi2 asik disana, duileh, asiiiik.. naon coba.

Kosannya terletak di perumahan warga, rame disana, teteh-teteh yang punya kosannya juga baek, murah senyum. Oh iya, dia juga punya rumah makan—yah, warung nasi lah—di lantai 1 kosan gue itu, mempermudah gue kalo laper nih. Katanya juga ada internet patungan disana, speedy, kurang lebih sekitar 75 rebu perbulan biayanya. Gue sih amin-amin aja, sukur-sukur kalo misal gue masih ada kesempetan buat ngikut patungan, jadi bisa lebih tenang kalo mau inetan.

Euh, nte ngenah awak..

(ealah, naon coba, sunda fail, haha)

Yeah, ada hal yang seru di kepulangan gue ke Bandung kemaren. Kaya biasa, gue naek motor dari Jakarta ke Bandung, entah emang badan gue udah ngga enak atau kepala gue mulai ringsek gara-gara overdosis yakult, masa gue nyasar ke pantura dong.. harusnya gue belok kanan kearah cikampek, ini gue malah ngambil kiri dan masuk ke jalan paling legendaris se-pulau jawa itu. Nyadarnya juga pas udah lewat lebih 20 kilo mungkin, soalnya selain gue merasa nggak familiar sama jalannya, gue juga heran.. kok itu truk-truk kontainer dan bis-bis badak-badak teuing ngebutnya ngalahin motor gue (+/- 80-90km/jam), huahahaha.. horor. Akibatnya—karena gue ngerasa mubazir harus muter balik dan nempuh 20 kilo lagi, gue mutusin buat lempeng lewat pantura sampe ke Subang! Yahu, yang berarti adalah tambahan jarak buat gue sekitar 70 kiloan.. setan abis.

Nah, yang menarik lainnya, karena gue lewat Subang, otomatis gue juga akan ngelewatin Ciater dong, disini nih mantepnya.. kurang lebih sekitar setengah jam perjalanan, daerah Ciater – Tangkuban, kabut turun dengan amat sangat parah sodara-sodara, penglihatan ngga tembus sampe jarak 5 meteran. Yah, berada didalam kabut tebel sih gue sering, ngga heran, tapi kawan, bagemane kalo lo ada di dalam kabut tersebut saat ngendarain Motor? Dalam keadaan gelap gulita? Di jalanan yang nanjak 30 drajat? Di jalur yang hobi dilalui sama truk-truk pengangkut barang? Wuih, cuma satu kata yang pas buat ngegambarin keadaan itu: Thrilling abis! (eh, dua itu mah).

Sepanjang kabut itu gue bukannya berkata ‘astagfirullah atau subhanallah’ atau minta keselamatan apa kek gitu, tapi kata-kata yang otomatis keluar adalah, “anjing! Anjing! Keren mampus, gillaaa.. anjing.. anjing.” Tapi emang, keren abis lah momen yang gue laluin waktu itu.. saking ngerinya, gue ampe nggak berani untuk berenti karena takut diserempet dari belakang ama truk. Jadilah gue ngekorin satu motor didepan gue, jaga jarak 3 meteran supaya seenggaknya gue punya patokan didepan harus belok kemana aja. Ah.. keren lah pokoknya..

Gue harus balik besok kayanya nih.. ketemu psikolognya jum’at.. muales tenan rek..

Hahahasampah abis nih post

Lha? Kan gw gak minta tolong?

Filed Under ( ) by Pitiful Kuro on Monday, April 05, 2010

Posted at : 11:05 PM

--gw, kepada rere yang tiba-tiba nelpon dan ujug-ujug ngomel

A Very End Just for A Prologue

Filed Under ( ) by Pitiful Kuro on Saturday, April 03, 2010

Posted at : 3:17 PM

Limit. Mungkin kata itu pas banget buat gue sekarang. Segala-gala ada batasannya, dan kayaknya gue pun udah melewati batasan, entah itu kesabaran, entah itu emosi, entah itu psikis, atau apapun, gue udah di batas. Kalau beberapa waktu lalu gue mencapai limit dan dianugrahi tipes dan DBD, sekarang gue berkata limit maka gue dianugrahi psikolog, motivator dan tetek bengek lainnya yang ada hubungannya dengan kondisi kejiwaan.

Pada satu titik, gue bahkan berpikir kalau gue udah mencapai akhir, akhir dari semua, semua yang pernah gue lewati, gue jalani. Pada titik lain, gue merasa kewarasan gue udah dikeprok total sama yang namanya batu dunia. Gue sampai bener-bener mengira kalau gue akan dibawa ke RSJ, atau berakhir tragis di meja UGD tanpa ada dokter yang sempet merawat gue. Tapi toh, gue masih hidup dan sekarang mengetik posting lain yang ga penting ini. Sekali lagi gue menjahili kematian, sekali lagi pula gue menulis paragraf lain dari buku nasib yang gue pegang.

Detik-detik awal semuanya terjadi, gue bingung, apakah gue harus bersyukur, atau malah merutuk karena apa yang terjadi tidak sesuai sama yang gue harapkan. Dia, bayangan yang selalu dateng di saat-saat macam ini udah ngga melarang gue lagi, dia memberikan jalan dan gue pun lempeng aja. Tapi ternyata semua berkebalikan.

Sekali lagi, gue bingung. Namun saat gue sadar, (seperti biasanya) gue menyadari segala kesalahan yang udah gue perbuat, ujungnya, ini semua cuma nambah noda hitam di buku catatan milik kedua malaikat yang ada di kanan-kiri gue. Dan seperti biasa pula, setiap lubang, harus dicari tanah lain untuk nutupin.

Karenanya gue mau berterima kasih. Pada dokter yang nolong gue, walaupun merelakan gue sebagai bahan percobaan suster-suster kampret dan dokter-dokter trainee gelo itu. Pada orang yang ngangkut gue pas pingsan. Pada kerabat gue di bandung yang mau merelakan waktu tidurnya untuk ngawasin gue. Emak gue juga, yang rela merogoh kocek lagi buat biaya a b c, dan usahanya yang, err.. lumayanlah untuk berdamai sama gue. Ibu, ayah juga yang mau susah-susah, padahal gue anaknya juga bukan, tapi mau repot sampai segitunya. Bude-bude Jakarta, yang walaupun bawelnya seamit-amit, tapi tetep ngebantu dengan cara mereka yang unik. Tante Prima dan Om Herki, dengan sikap yang friendly uabbiiies nganterin gue ke psikolog dan pengajian-pengajian (geje) itu. Khususnya om Herki si motivator yang mendoktrin gue dengan teori serta konsepnya yang menarik, yang memberikan gue pandangan baru lagi dalam memandang hidup

Dan tentunya, teteh yang.. entah ya, begitulah, bingung mau mendeskripsikan pertolongan yang dia kasih tapi sampai bingung sendiri mau menyebut yang mana saking sama berarti dan sama pentingnya uhuk...

Gitu deh.. tinggal mantau si waktu aja yang akan ngebawa semuanya kearah lebih baik, amin gak? Amiin doong.