Skinpress Demo Rss

Yang engga enak pun kadang berasa enak

Filed Under ( ) by Pitiful Kuro on Tuesday, April 28, 2009

Posted at : 12:37 AM

Stop merokok? Itu ngga ada di dalam agenda gue saat gue mulai menghisap benda yang dicap laknat sama sebagian populasi manusia itu. Selama ini gue berprinsip bahwa apapun yang gue anggep nyaman, mau senegatif apapun bentuknya, akan terus gue lakuin sampe akhirnya gue membentur batas yang ngga bisa lagi membuat gue maju selangkahpun, barulah gue berhenti ataupun mengubah bentuknya menjadi lebih ramah bersahabat.

Tapi nyatanya, sekarang gue lagi dalam masa berhenti ngerokok loh.

Alasannya? Sederhana aja, ada yang menyarankan gue untuk berhenti, semudah itu? Emm.. mungkin. Karena gue selektif dalam mendengarkan apa yang orang ucapkan. Andaikan dia bukan orang yang gue percaya, andaikan dia bukan orang yang bisa gue pandang tinggi, andaikan dia bukan orang yang bisa gue hormati dan membuat gue membungkuk serendah lutut, jangan harap gue mau dengerin apa kata orang itu. Well? Sebenernya engga sedikit kok orang yang mau gue dengerin ucapannya, hanya aja, didalam kondisi tertentu, orang-orang macam ini akan menyusut dengan drastis dan mengesankan gue adalah orang yang paling kepala batu se Indonesia, nope-nope.

Awalnya gue kira berhenti ngerokok itu mudah-mudah aja. Tinggal engga beli rokok, dan alihkan ke kegiatan oral yang lain—makan permen misal—maka semua beres. Tadinya gue pikir begitu, tapi kenyataannya beda tuh. Entah berapa kali gue gregetan pengen beli rokok dalam masa berenti ini. Phew, untuk pengalihan, gue bisa ngabisin sebungkus gede permen dalam satu hari, ngemut setiap gue sempet. Padahal bapak-ibu dua-duanya diabetes, haha, tinggal nunggu waktu aja kayanya. Sebenernya ngga ada efek samping yang lebay-lebay amat dari berenti ngerokok, hanya aja, rasanya jadi kangen ngisep benda yang satu itu, rasanya ada yang kurang, itu aja. Engga ada efek samping serem kaya pusing-pusing, mual, atau lainnya. Jadi sejauh ini sih masih lancar-lancar aja berentinya, belum bocor satu batang pun walau gregetannya bener-bener mantap, hehe.

Hal lain. Minggu ini gue pulang lagi. Hanya berjarak dua minggu dari kepulangan gue sebelumnya. Heck. Andaikan musibah itu engga dateng, dan orang yang paling ngga ingin ibu gue temui ngga dateng ke rumah, gue engga akan pulang deh. Di jakarta pun gue hanya sehari, malamnya dateng, besok sorenya udah pulang lagi. Wew, pemborosan uang, waktu dan tenaga ya? Tapi, gue mendapatkan hal baru lagi di kepulangan gue ke Bandung pas hari Jum’atnya.

Stranger’s Talk.

Another people, another experience and another qualification. This time, i met a guy who finished his test to work for a sailor. Ehek, seorang laki-laki, umurnya 29 pas, punya satu istri dan satu anak. Dan baru aja pulang dari kedutaan besar amerika untuk mengurus Visa. Visa kerja katanya.

Obrolan dimulai dengan.. oh meen, the Biggest temptation i ever had *lebay*, apaan itu? Tawaran rokok! Haha, tepat disaat gue lagi pengin nginyem filter rokok dan menyumbang satu-dua ons karbondioksida untuk para tumbuhan teraniaya itu. Awalnya si lelaki nyaris kepala tiga itu nanya ke gue, standar lah, “ada korek ga?” yang tentu gue jawab, “engga ada” karena udah stop rokok. Dia pergi ke gerbong sebelah, dan balik lagi ke gue dengan rokok yang udah menyala, disinilah gue ditawarin Marlboro merah yang emang sangat ingin gue cobain dari dulu, muahaha. Gue tolak dengan halus, dan pembicaraan pun dimulai.

Awalnya dia nanya ke gue, pertanyaan standar macem “umur berapa?” “kuliah dimana” “tinggal di bandung dimana?”. Dan gue jawab dengan lancar. Lalu dia mulai ngeluhin gimana perekonomian di Indonesia sekarang ini lagi sulit-sulitnya.

“zaman sekarang, untuk berdiri aja susah mas”

(Uhuy, dipanggil mas, umur gue 19 pak, panggil dek dong *ketip*)

Itu quote dari dia yang paling gue inget. Emang sih, dia aja cuma lulusan SMA, kerja apa yang bisa memenuhi kebutuhan hidup dengan ijazah SMA? (dengan catatan, jenis pekerjaan konvensional). Sempet jadi pegawai honorer di kedokteran Unpad, tapi karena gajinya yang kecil dia berenti dan mulai ngebuka usaha bengkel sama beberapa tetangganya. Nah, setelah beberapa tahun bergelut di bidang bengkel-bengkelan, akhirnya dia dapet tawaran untuk kerja di perkapalan. Bersama beberapa kawan, dia mulai ngelamar. Dan yang bikin gue syok itu jenis pertanyaannya.

Pengetes (bule loh!) : Greeting
Si bapak : Greeting sir.
Pengetes : Please, have a sit! *sambil ngetik-ngetik hape buka FB*
Si Bapak : *duduk*
Pengetes : What’s your name? *masih buka-buka FB*
Si Bapak : Iman, sir.
Pengetes : Do you like music?
Si Bapak : Yes, sir
Pengetes : What kind of music?
Si Bapak : Rock sir!
Pengetes : Hmm..have any favourite band?
Si bapak : Yes, Coldplay sir *si bapak gahul juga ternyata*
Pengetes : So? Are you ready to work?
Si bapak : Yes sir!
Pengetes : OK, elo keren banget dah, sok atuh, minggu depan kesini lagi! (dalam bahasa Inggris tentunya)

...

*dueng dueng*

Gampang banget yak? Engga juga sih. Karena sebelum tahap wawancara ecekeble diatas, yang mau ikutnya harus ikut semacem pelatihan dulu. Pelatihannya juga enteng kok, Cuma berbentuk materi aja dan ngga ada permainan fisiknya. Gue pun nanya macem-macem, dan dia juga jawab dengan enteng. Katanya gaji awal kerja di perkapalan sebagai dishwasher itu 600 dollar. He eh, 600 dollar men, nyuci piring aja dapet 600 dollar! Konsekuensinya yaa, bakalan jarang pulang kerumah, dan katanya juga, itulah yang paling berat. Harus ninggalin anak istri, huhu, ati-ati pak disamber orang istrinya. *kidding*. Kalau beruntung dan kerjanya bagus, nanti akan naik pangkat jadi asissten waiter, dengan gaji 1200 dollar. Kampret duabelas, di Indonesia orang udah nguli mati-matian tapi dapetnya ngga sampe 20ribu sehari, nah ini cuma nganter minuman kanan-kiri gajinya 12 juta sebulan. Kontras yah?

Gitulah perbincangan 2-3 jam perjalanan Gambir-Bandung. Si bapak turun di cimahi, dan gue tetep nangkring didepan pintu kereta sampe di stasiun bandung. Kembali ke udara dingin yang biasanya, kembali ke kota yang bertanah selalu basah. Bandung.

**

Berapa lama gue mulai tinggal disini? Dari agustus 2008 sih kalo ga salah. Kurang lebih 9 bulan. Dan hebatnya, sembilan bulan itu memberi banyak hal yang bisa gue ambil sebagai bahan pelajaran. Memang, gue bilang kalau setahun ini terasa cepet, tapi di waktu yang singkat dan cepet itu, gue mendapatkan banyak hal. Sangat banyak hal.

Dari perubahan prinsip yang drastis, perubahan struktur emosi, perubahan dari segi sosial yang ngga kalah pentingnya, dan perubahan-perubahan lainnya termasuk managemen perasaan. 9 bulan ini gue udah terlalu banyak berubah, ah, tentu semua orang berubah, banyak sedikitnya ya tergantung diri masing-masing. Dan gue, yea, gue bener-bener udah berubah terlalu banyak semenjak gue lepas dari SMA tahun lalu. Katanya sih pencarian jati diri, para remaja berlomba-lomba mencari tahu siapa diri mereka sebenarnya, dihantui dengan bayangan akan menjadi apa mereka di masa depan. Akankah berguna, atau tidak bisa dibedakan dengan sampah organik calon pupuk kompos aja? Itulah esensi dari masa remaja, pencarian abstrak tanpa ujung yang tak pernah menyentuh kata puas. Pencarian itu hanya akan berhenti oleh waktu, decoy, sampai kita sendiri benar-benar lupa bahwa kita pernah menggebu-gebu mencari simbol dengan dua kata tersebut, jati diri.

Jati diri gue? Entah, abstrak kan? hanya aja, gue merasa menemukannya di SMA dulu. Gue yang diem, gue yang menunduk, gue yang malas senyum, gue yang males sosialisasi, gue yang males tarik urat, dan gue yang overskeptis dalam segala hal. For sure, masa itu engga ada enak-enaknya. Masa itu diisi benda yang namanya kekosongan. Gue merasa berdiri sendiri di dunia ini tanpa ada orang lain yang mau duduk di samping gue untuk sekedar menunggu malam datang, engga, bahkan bayangan gue pun udah lari entah kemana. Herannya, dengan segala minus bla-bla-bla itu, dengan segala ‘ke-engga-enakan’ masa itu, gue merasa sangat nyaman. Gue merasa aman walaupun didalam hati sedang membangun rasa ketakutan yang kian hari makin gede aja ukurannya. Gue bisa tersenyum kapanpun gue sendirian tanpa ada sebab musabab (gila?). terlebih, dulu gue punya cara pelarian yang engga efektif namun ampuh buat diri gue sendiri. Menyenangkan? Tidak. Puas? Mungkin.

Perbandingannya dengan sekarang? Mew, terlalu jauh. Sekarang gue bisa kumpul dengan banyak orang hanya dengan sedikit rasa engga enak, gue bisa nyengir—atau bahkan ketawa bareng sama orang lain, dan gue bahkan bisa melupakan beberapa hal yang seharusnya terus-menerus gue pikir. Buruk? Seharusnya engga, malah bagus kan? sebuah progresi dalam hidup harusnya dirayakan dengan bersulang, bukannya meratap. Oke, gue mengeluh, gue terlalu terbuka sekarang. Lalu apa? Pelan-pelan mengeraskan kulit seperti dulu lagi?

Kenapa engga?

Gue nyaman dengan itu. Dan.. Ngga ada orang yang mau capek-capek buat narik gue kaya dulu lagi sih..

11 REASONS WHY WOMEN FIND IT HARD TO FiND THE MAN OF THEiR DREAM......

Filed Under ( ) by Pitiful Kuro on Tuesday, April 21, 2009

Posted at : 2:23 PM

LMAO! Nemu di kaskus, dan sumpah gue ngakak abis-abisan ngebacanya. Sekedar share, gue taro sini. haha. Enjoy.

=============================================

1. Nice men are ugly. (Lelaki yang baik ko' jelek ya..)

2. Handsome men are not nice. (Lelaki yang ganteng ko' ga baik ya...)

3. Handsome and nice men are gay. (Lelaki yang ganteng dan baik, ko' gay yaa...)

4. Handsome, nice and heterosexual men are married. (Lelaki yang ganteng, baik dan ga gay, ko' udah merit yaaa..)

5. Men who are not so handsome, but nice, have no money. (Lelaki yang nggak terlalu ganteng, tapi baik hati, ko' ga punya uang yaa..)

6. Men who are not so handsome, but nice n with money, think we are only after their money. ( Lelaki yang nggak terlalu ganteng, tapi baik hati dan punya duit, ko mikirnya kita ngejar duitnya..... ..)

7. Handsome men without money are after our money. (Lelaki yang ganteng tapi nggak punya uang, ko malah morotin..... )

8. Handsome men, who are not so nice and somewhat heterosexual, don't think we are beautiful enough. ( Lelaki ganteng, yang nggak terlalu baik dan kayaknya ga gay, berpikir kita nggak cukup cantik buat dia......)

9. Men who think we are beautiful, that are heterosexual, somewhat nice and have money, are cowards. (Lelaki yang berpikir kita itu cantik, dan dia ga gay, sepertinya baik hati dan punya duit, rata-rata pengecut deh)

10. Somewhat handsome man, kinda nice and have some money, and thank God heterosexual, are shy and NEVER MAKE THE FIRST MOVE!!!! (Lelaki yang rada ganteng, kayaknya baik hati dan punya uang, dan ga gay, rata2 pemalu dan ga pernah melakukan pendekatan pertama!!!!! !!)

11. Men who never make the first move, automatically lose interest in us when we take the initiative. NOW, WHO THE HELL UNDERSTANDS MEN? (Lelaki yang ga pernah melakukan pendekatan pertama, otomatis akan kehilangan ketertarikan kepada kita ketika kita melakukan pendekatan ke dia. Jadinya..., siapa nih yang bener2 ngerti lelaki?)

"Men are like a fine wine.They all start out like grapes and it's woman job to stomp on them and keep them in the dark until they mature into Something you'd like to have dinner with."

Said That.

Filed Under ( ) by Pitiful Kuro on

Posted at : 1:08 AM

Flashback beberapa minggu kebelakang. Kemarin gue sempet bingung toh untuk memilih apakah gue akan tetap tinggal di Bandung, lanjutin kuliah di Psikologi. Atau pindah ke Depok, menjalani jurusan baru, Sastra Indonesia. Well, yang bikin susah gue untuk memilih udah ditulis di entri sebelumnya, keduanya sama-sama jurusan yang gue doyan untuk gue pelajari. Yap.

Tapi ternyata engga sampe disitu, satu faktor besar lagi yang memperngaruhi kenapa susahnya gue untuk milih. Yak, gue adalah orang yang engga punya keinginan apa-apa untuk diri gue sendiri. It’ll takes a long long long way to explain it, mate, believe it. Bukan, bukannya gue engga punya kemampuan untuk memutuskan, ataupun memilih, gue engga punya keinginan, titik. Manapun opsi yang ada dihadapan, gue sama sekali engga merasa punya hak untuk menentukan. Biarpun pilihan itu berkaitan erat dengan masa depan atau basa-basinya yang lain, gue ga berhak. Yang ngebikin susah, biasanya kalau orang udah engga punya keinginan, orang lain lah yang akan digunakan untuk memutuskan masalahnya/pilihan yang harus diambil. Dalam kasus gue, orang-orang tersebut jumlahnya sangat sedikit.

Gue meminta opini kanan kiri, dari NW, dari RW tentang bagaimana baiknya soal kepindahan gue ini. Tanggapannya macem-macem, ada yang pro pindah, ada juga yang kontra. Apakah itu menjadikan gue tambah bingung? Maaf-maaf aja, engga. Karena awalnya gue udah bingung duluan, haha. Diantara semua saran itu, ada dua yang sangat gue denger, dua saran dari dua orang yang berbeda, dua dari tiga orang yang kata-katanya paling gue denger sekarang. Dan sayangnya, keduanya memberikan opini yang berbeda, satu dari NW, satu dari RW. Gue suka cara mereka menyampaikan opini mereka, jadi engga salah dong kalo gue mau denger kata-kata mereka?

Dua dari tiga. Yap, tiga. Ada satu orang tambahan lagi yang akan sangat gue denger omongannya, yang mungkin adalah orang yang mana gue bersedia menyediakan waktu tambahan kalau diminta. Gue menghubungi dia dengan kesiapan mental—bahwa apapun yang akan dia katakan akan gue turuti. Yaudah, apa yang dia bilang bener-bener gue turutin. Hasilnya, gue pindah. Namun kenyataannya engga sesuai sama apa yang diharapkan. Setelah gue mendapatkan sebuah jawaban dari dua pilihan dilematis itu, gue menemukan fakta baru, fakta yang jelas-jelas bikin gue jijik sampe titik paling ujung yang dipunyai galaksi ini. Uek. Yang jelas, itu membuat gue yang udah yakin sama pilihan gue jadi mundur kembali. Langsung aja, dengan tanpa kata ragu, gue pilih untuk stay di UPI. Dan yap, gajadi pindah.

Apalagi?

Ah, ya. Said that.

Bukan golden word yang itu, silver mungkin? Tapi karena medianya tidak langsung, apakah bisa disebut perunggu? Dunno. Yang jelas udah gue utarakan secara jelas dan terang-terangan. Menjadikan ini sebuah pernyataan langsung kedua dalam hidup gue yang penuh dengan kata ‘segan’ ini. Semoga tidak berlangsung seperti pernyataan pertama yang menggantung ngga jelas tanpa kelanjutan itu. Oh ya, tergantung guenya ya? Haha. Pasti akan sulit. Bagusnya, mental gue udah membaik dari beberapa tahun lalu, siap untuk struggle, siap buat hantam otak, siap buat main emosi. Ha.

The word, ‘i like you’ has a same meaning with ‘i love you’ in my dictionary, mate.

**

There’s a boy who prisoned by his father, locked down in their house’s basement for at least fifteen years. For a certain years, their neighbor snivle something unusual in that house every nights, a whisper of a crying human—slow and steady. Until one day, that whisper became a yell and the neighborintended to call the police, to check things one or two in their neighbor house. And yep, they found him, a boy skinned white as porcelain, have an eye colour as white as the snow. They took him to the ‘surface’, to the ground, where the sun shines brightly. Guess what? He died just ten hour after his freedom, caused by unbearable hysteria and any other panic disorder.

Singkatan dari sebuah artikel yang menarik. Jadi, siapa tuh yang salah? Anaknya, orang tua yang ngurung, orang-orang yang memaksa anak itu keluar, atau.. justru anaknya sendiri yang engga kuat mental?

Gue pilih..

Nama dan Lagu, plus, Hanitology. *Halah*

Filed Under (, ) by Pitiful Kuro on Tuesday, April 14, 2009

Posted at : 10:44 PM

ISENG MAKSIMUM...... Ngerjain yang enak dikerjain ah.

1. Write down every letter of your name.
2. Then type a song that pops up in your mind in each letter of your name as the first letter.
3. Count the letters of your name, and tag people you know in that number.

C : Come Together - The Beatles
U : Under The Bridge - Red Hot Chili Peppers
B : Be Yourself - Audioslave
U : Universally Speaking - Red Hot Chili Peppers
N : Nothing But Love - Mr. Big
G : Goin with The wind blow - Mr. Big

H : Hit in The USA - Beat Crusaders
A : Animal Instinc - Cranberries
N : Not Gonna Get Us - t.A.T.u
I : In The Cold Cold Night - The White Stripes
T : Tainted Love - Marilyn Manson
O : Otherside - Red Hot Chili peppers

______________________________________________________________________

1 Lageee...


Let others know a little more about yourself, re-post this as your name
followed by "ology"

IF I TAGGED YOU, PLEASE PUT THIS UP ON YOUR PAGE AS A NOTE AND TAG SOME OTHER PEOPLE!
OK GUYS, YANG NGETAG GW, GW KERJAIN SEKARANG!

*****************FOOD-OLOGY*****************

What is your salad dressing of choice?
- Err.. Ga tau yah, sejauh ini semua dressing gw suka.

What is your favorite sit-down restaurant?
- Kedai Ketan Susu di Jalan Garuda :D, Pi, kesana lagi yuk.

What food could you eat for 2 weeks straight and not get sick of?
- Apel, gue cinta mati ama apel. Kalo lagi sakaw bisa abis lima biji sehari.

What are your pizza toppings of choice?
- Dulu sih pepperoni, sosis, dan daging cincang yang menutupin semua permukaan. Sekarang? Keju dan saos tomat yang banyak! Haha! Paprika juga enak.

What do you like to put on your toast?
- Selai Coklat dengan porsi ekstrim, ditambah meces yang banyak, plus serutan keju dalam taraf tidak normal. Yum!

*****************TECHNOLOGY*****************

How many television sets are in your house?
- Di Kosan ga ada, di Jakarta (rumah keluarga besar) ada satu. Kalau maksudnya, rumah keluarga gw sendiri, ga ada *lol*. Pembodohan terselubung tuh.

What color cell phone do you have?
- Hitam mutlak

******************BIOLOGY*********************

Are you right-handed or left-handed?
- Righty

Have you ever had anything removed from your body?
- Belakangan sering muntah. ha-ha.

What is the last heavy item you lifted?
- Galon Aqua dan tas yang isinya buah-buahan. Egila..

Have you ever been knocked unconscious?
- Suatu saat, gue sedang berbaring di kasur gue, tiba-tiba aja mata gue terpejam dan gw baru sadar keesokan harinya. Wow, gue pingsan! *ditusuk*

*****************BULLCRAPOLOGY**************

If it were possible, would you want to know the day you were going to die?
- Yep.

If you could change your name, what would you change it to?
- Bagus Bagas Pangestu, nama pemberian Mbah Kakung--yang entah kenapa dirubah dengan nista menjadi seperti sekarang.

Would you drink an entire bottle of hot sauce for $1000?
- Makasih, dikasih cabe sebiji ama tukang ketoprak aja gue udah mencak-mencak.

*****************DUMBOLOGY******************

How many pairs of flip flops do you own?
- satu, dan akan berbunyi *ngrieekk ngrieeek* kalo dipake pas basah

Last person you talked to?
- Alita, Sadena, dan Marwan

Last person you hugged?
- Ajeng Sri Hanimpuni, haay.

*****************FAVORITOLOGY******************

Season?
- Hujan. Mutlak, ga bisa diganggu gugat

Holiday?
- Ga ada yang khusus, semua liburan sama aja tuh.

Day of the week?
- Kamis, gue suka malem jumat.

Month?
- September sama Desember. Kesannya Kaya akhir aja gituh dua bulan ini.

*******************CURRENTOLOGY*****************

Missing someone?
- Yeps.

Mood?
- Buruk yang mengarah ke baik.

What are you listening to?
- It dont mean a thing if it aint got that Swing - Duke Ellington. *lol*

Watching?
- Ga ada tuh. Tapi masih pengen nonton The Other Boleyn Girl dan Breakfast at Tiffanys (yang ada sub, men)

Worrying about?
- Relasi, relasi, dan relasi sampe kiamat tetep relasi.

***************RANDOMOLOGY*****************

First place you went to this morning?
- Jemuran, ngangkat baju yang udah kering.

What's the last movie you saw?
- The Pianis. Ha-ha.. itu dua minggu yang lalu.

Do you smile often?
- Engga, lagi disuruh kursus senyum sama seseorang.

*****************QUESTIONS*******************

Do you always answer your phone?
- Engga, keseringannya gue ga sadar kalo ada telpon. Silent the whole time. Dan begitu gue ngeliat daftar missed call(s), gue merasa ga cukup kaya untuk nelpon balik, wakaka.

It's four in the morning and you get a text message, who is it?
- Ga ada yang serajin itu SMS gue jam 4 pagi. Palingan oom-oom operator Telkom yang ngingetin tagihan gue udah jatoh tempo *lol*

If you could change your eye color what would it be?
- Pure Black. Hitam total.

What flavor do you add to your drink at Sonic?
- Hedgehog? Wah, kurang gahul nih gue.

Do you own a digital camera?
- Ada, Digital biasa dan SLR. Yang SLR gue ga berani pake walau udah diijinin.

Have you ever had a pet fish?
- Err.. Nenek gue peternak ikan Gurame sama Lele, diitung ga tuh?

Favorite Christmas song?
- Joy to The World. Keren nadanya.

What's on your wish list for your birthday?
- Relasi lagi? Oh, kalian bosan, kalian bosan, ahahah.

Can you do push ups?
- 50 kali (pas SMA). Sekarang paling 25 udah memble.

Can you do a chin up??
- Yep.

Does the future make you more nervous or excited?
- Excited. Apa yang akan terjadi besok pagi? Bisa aja ada kecoa nempel di muka gue, dan itu sangat mendebarkan--atau menyeramkan? Menyenangkan, bukan?

Do you have any saved texts?
- Ga ada, setiap ada SMS yang bunyinya "kRim Blk k aQ untk tAw Kmu TmEn Baeks aQ--" And so on, and so on. langsung gue delete, sori Mar..

Ever been in a car wreck?
- Nyaris. Mobil Pakde. Orang gampang sewot, nyetir ugal-ugalan. No wonder, setiap 100 meter pasti ngerem mendadak. Keluarga besar gue jantungan semua makanya.

Do you have an accent?
- Acak, kadang jadi rada jawa, tapi seringnya indonesia umumnya.

What is the last song to make you cry?
- Under The Bridge - Red Hot Chili Peppers, Yaolog, ini lagu gw bangeeetttss *alay mode: on*. Murni karena lagu ini, dan bukan karena faktor lain. Gue mewek pas kelas 1 SMA, haha.

Plans tonight?
- Err.. Nugas. Bayangin. masa udah smester dua kuliah gue masih dibikin pusing sama PPKN? Hello? Gue bukan anak SMP men.

Name 3 things you bought in the last week
- Sepatu (New Balance pastinya :3), dan celana kargo. Weits. Jangan salah men, gue bukan hedonis metroseksual atau kawan-kawannya yak. Gue diseret Bude gue suruh beli dua barang itu karena penampilan gue sama gembel perempatan Coca-cola aja masih kerenan gembel.

Have you ever been given roses?
- Dalam mimpi, gue pernah ngasih bunga kamboja ke seseorang =)).

Current worry?
- Masih. Relasi.

Current hate right now?
- Pikiran yang ngga pernah berenti berspekulasi negatif.

Met someone who changed your life?
- Perubahan dalam hidup gue hanya gue yang menentukan. Tapi untuk beberapa orang yang mengubah persepsi gue dalam hidup, itu adalah Rere dan Sigi.

How did you bring in the New Year?
- Ngenet..

What song represents you?
- Under The Bridge!!

Name three people who might complete this?
- Tiga? Well, anak psikologi UPI, gue mau liat jawaban kalian, kerjain yak, haha.

What were you doing 12 AM last night?
- Nge-net.

What was the first thing you thought of when you woke up?
- Pagi lagi? Malam, jangan pergi dong.

Mereka Datang Sendiri, Tanpa Diminta.

Filed Under ( ) by Pitiful Kuro on Sunday, April 12, 2009

Posted at : 7:39 PM

Wha? Ada orang yang pernah bilang ke gue, bahwa gue adalah tipe orang yang ngga boleh dibiarkan sendirian atau bengong di tengah kelompok dalam waktu yang lama. Alasannya? Karena orang itu begitu terkejut saat menerima jawaban gue atas pertanyaan, “Bung, kalo lagi bengong gini, lo mikirin apa?” Entah ya. Tapi mungkin wajar. Karena jawaban yang gue berikan itu adalah serentetan jawaban absurd. Absurd? Jawaban tersebut mempunyai satu kesamaan, yaitu berasal dari spekulasi hipernegatif hasil proses berpikir disaat ‘bengong’ tadi. Hell yea.

Apa? Mengapa bisa timbul pemikiran macem itu dari gue? Kenapa harus ide-ide yang engga jelas juntrungannya yang malah bikin kepala pusing sendiri? Kenapa ngga bikin imaji menyenangkan yang bikin gue senyam-senyum sekalian aja? Wow, itu ide bagus, bukan? Sayangnya ngga bisa. Apa yang kita pikirkan berbasis dari apa yang pernah kita alami—seenggaknya, ingin kita alami. Loh. Aneh dong. Lalu kenapa gue malah sering mikir negatif begitu? Apa gue ingin mengalami hal-hal buruk tersebut? HECK, nope, at all.

Ingin mengalami sesuatu, sehingga menjadi pikiran itu faktor kedua. Yang pertama ya tadi itu, apa yang pernah kita alami sebelumnya. Btw, tanpa bermaksud merendahkan diri sendiri, self handicapping, atau tetek bengek keparat lainnya yang entah apa itu disebutnya, pengalaman gue dengan orang lain itu kebanyakan jelek. Koma. Apa? Salah gue? Ngga selalu kok. Yang jelas, satu poin pasti yang bisa gue berikan.

Pikiran gue terhadap penilaian orang lain kepada gue itu selalu jelek. Maksudnya? Gue selalu beranggapan bahwa orang lain selalu memarginalkan gue, titik.


Bukan titik, sayang. Gue masih ingin berkoar, tapi kulit keras itu bisa terbuka, apa jadinya nanti? Meratap membungkuk memohon tangan terulur? Heh. maaf-maaf aja, udah pernah. Dan hasilnya? Jangan tanya, skala 1-10, bisa gue beri nilai -9. Pandangan itu, bisikan itu, semua segala-gala interaksi yang orang lakukan ke gue itu—akan selalu gue tanggapi dengan ge er. Sori, bukan ge er positif, tapi negatif. Dan sekedar pengingat, kata Weakling yang gue pilih itu bukan sekedar wacana, ngga akan selesai sekedar hitam diatas putih, percayalah. Dengan form gue yang sekarang, yang katanya makhluk sosial, yakin deh, gue akan menduduki strata terbawah, bertemankan dengan makhluk-makhluk bersel satu. Ah, halo amoeba, apa kabar?

Gue rindu, sekaligus benci sama keadaan lama. Rindu karena ngga harus pusing sama persoalan cere pangkat sepele macem ini. Dan benci—karena gue pada saat itu.. Memuakkan.


**

Pak. Aku ngga tau siapa tuh perempuan yang beruntung itu (oh, anda boleh memberikan tanda kutip pada kata beruntung). Tapi selamat atas pernikahannya, dan semoga bisa berbahagia kali ini. Amen.

Dilemma Dah..

Filed Under () by Pitiful Kuro on Sunday, April 05, 2009

Posted at : 1:41 PM

Beruntun. Hal-hal yang menjadi pikiran gue itu selalu datang kayak gerbong kereta, dalam satu waktu, datengnya sekaligus banyak. Sementara disaat lain, waktu-waktu itu kosong tanpa getar, seperti danau tanpa riak, seperti pohon musim gugur yang tanpa gerakan daun-daun kekuningan diterpa angin, sepi. Persis, gue suka menjalani hidup gue kok. Hanya aja mereka yang ada didalam tanda “kutip” itu selalu datang disaat yang salah. Disaat badan lagi dalam kondisi jelek, mereka malah mengantri seolah tiket pertunjukan akan habis dalam 15 menit. Halloo? Gue bukan Superman, kenapa sih, engga bisa dateng satu-persatu aja? Maka gue mungkin akan bisa menyelesaikan masalah-masalah itu dengan optimal.

Take it or leave it. Sebuah prinsip yang dipakai salah seorang kolega gue dalam hubungan sosialnya. “Bisa ngga lo menerima gue? Ngga bisa? Silahkan pergi, pintunya ada disebelah sana.” Terdengar mudah, dan mungkin sebenarnya memang mudah. Orang dengan prinsip seperti ini mungkin bisa saja menghilangkan hubungan belasan tahun dalam satu malam. Sadis? Tega? Dosa besar karena memutus tali silaturahmi? Please, sekarang gue engga mau pake sudut pandang agama, agama selalu punya judgenya tersendiri, hal yang melenceng sedikit bakalan langsung dicap negatif. Menurut gue sih ngga, itu normal, dan sesungguhnya gue memuja orang dengan pola pikir seperti itu, berani, dan engga plin-plan. Lo ngga suka? Kenapa harus memaksakan diri bertahan di keadaan kritis? Lo koma, sekarat, infus terpasang., dan elo masih berusaha mengembangkan senyum? Hipokrit.

Saat gue mendengar ide itu dari dia, gue hanya bisa mengernyitkan dahi, engga percaya andaikata dia bener-bener mengaplikasikannya ke dalam hidup dia. Well said, selang beberapa waktu, ternyata dia memang demikian, satu-persatu orang-orang yang dia ngga suka akan dimasukan kedalam daftar Black list dia, dan ka-boom, menghilang lah orang tersebut dari hidupnya. Dia ada, tapi ngga ada, terlihat namun tak tampak, terdengar jelas mengaum sunyi, terasa perih tapi otak menafikkan indra perasa. Kelima indra akan tertutup untuk dia seorang. Titik.

Sebenernya mungkin mudah. Bayangin aja, lo akan kehilangan tanpa harus merasa kehilangan. Tanpa beban walaupun lo tau ada orang yang menghilang tepat di bawah hidung lo, tapi kita ngga akan merasakan apapun. Take it or leave it. Mudah saja tuh. Menyenangkan mungkin ya kalau kita bisa mengaplikasikan pola pikir ini didalam hidup?

**

Hal lain. 4 April 2009, itu adalah tanggal yang cukup krusial bagi para manusia yang menduduki bangku pendidikan 3 SMA saat ini. Yeap, pengumuman SIMAK UI periode 2009-2010. Pastinya bakalan lega luar biasa saat anak-anak bau kencur tersebut diterima disana. Gue inget nyaris setahun yang lalu. Gue kelabakan, takut setengah mati akan kemana gue setelah lulus SMA nanti. Gue sempet hampir menerima salah satu undangan dari universitas abal-abal yang memang bakalan dateng ke setiap anak 3 SMA. Sekolah pariwisata, bayangin aja seperti apa gue putus asanya waktu itu sampe-sampe mau daftar ke sekolah pariwisata? Haha.

Tapi untungnya pas wisuda gue ketrima di UIN, via UMB. Itu adalah momen yang bikin kepala gue lebih ringan dua kali dari biasanya, walaupun waktu itu gue engga lolos Psikologi UI, pokoknya saat itu gue lega. Jadi, mungkin gue tau apa yang anak-anak itu rasain saat tau nama mereka masuk ke dalam segelintir orang yang lolos seleksi. Dan sekarang? Bagaimana ketika orang yang sudah mendapatkan Universitas, tapi dia ketrima lagi di Universitas se-bonafide UI? Yang ada bukan lega, tapi malah jadi beban pikiran, grumbles.

Yap, gue ketrima di Sastra Indonesia UI, lagi-lagi Psikologi UI ngga bisa gue raih, takdir kali? Dan sekarang gue kuliah di Psikologi UPI. Dilematis? Harusnya begitu, dan memang itu yang gue rasain sekarang. Psikologi Vs Sastra Indonesia. Itu adalah dua bidang yang bisa dibilang ngga punya kaitan secara nyata. Yang menjadi pertimbangan gue untuk pindah, ya jelas, Universitas Indonesia, lingkuangan yang membuat gue ngiler saat pertama kali datang kesana. Saat itu, gue berkeinginan untuk mengecap pendidikan di tempat tersebut, entah kenapa—tentunya selain karena faktor prestise yang UI berikan. Dan UPI? Sejujurnya ngga ada hal yang spesial yang UPI berikan. Fasilitas biasa, namanya juga biasa, sistem yang ada UPI ini juga bisa dibilang ketinggalan jauh sama-universitas-universitas yang lain. Yang membuat gue tetep stay disini? Waktu dan uang sebenernya bukan masalah (oh ya, itu masalah keluarga gue, haha, bukan gue). Gue selalu punya waktu yang cukup banyak untuk semua hal, kecuali mungkin saat nugas, waktu kok berjalan cepet amat ya? Hee. Orang-orangnya. Untuk manusia macem gue yang susahnya minta mampus membangun sebuah relasi, apa yang udah gue dapet disini mungkin ngga akan gue dapet di tempat lain, gitulah.

Plus? Soal biaya, andaikata gue pindah, udah ada anggota keluarga gue yang pengen banget gue kuliah di UI. Ibu udah ngga perlu keluar biaya lagi, dan dia akan memenuhi semua kebutuhan gue. Eew, tawaran yang dahsyat kan? Menggoda iman, menggetarkan nafsu.

Keinginan? Sastra sama Psikologi. Kedudukan kedua bidang itu sama di kepala gue—ngga, di kepala gue, semua bidang sama, mempunyai kekhususan masing-masing, tinggal manusia yang ngejalaninnya aja yang nentuin, bakalan dapet duit berapa dari kekhususannya itu, haha. Awalnya, gue memberikan statement. “Andaikata gue ketrima nanti, apapun jurusannya, perbandingan gue pindah itu 80-20,” hahaha, nyatanya? Sekarang gue bingung tingkat Hardcore. Semoga waktu memberi jalan deh.

Engga enak, sumpah.

Filed Under ( ) by Pitiful Kuro on Wednesday, April 01, 2009

Posted at : 9:58 PM

Belakangan rasanya kacau. Ritmik hidup melenceng dari biasanya. Aha, gue bukan pembenci gaya hidup sehat, jujur tuh. Tapi gue hanya kurang suka menjalankan gaya hidup yang sehat. Kenapa? Karena sehat bagi gue malah lebih parah daripada apa yang namanya sakit itu sendiri. Badan sempurna tanpa rasa sakit, kepala yang ringan bagai melayang, mata yang segar tanpa kantuk, ataupun perut penuh kenyang tanpa rasa lapar—itu semua justru memberikan sensasi ngga nyaman buat gue pribadi. Oh men, rasa sakit itu engga selalu menyebalkan, rasa sakit itu kadang malah menyehatkan. Maaf maaf, tentunya dalam konteks lain, bukan dalam konteks masochist atau emo-emoan dan kawan-kawan. Rasa sakit alami yang datang dari tubuh karena tubuh ini sendiri membutuhkan sesuatu.

Zaman SMA awal, gue mengandalkan gerak fisik habis-habisan untuk memperoleh rasa idaman itu. Sit-up paling sedikit 150 kali sehari, porsi barbel seenggaknya 500 kali satu tangan, dan tentunya maksain diri saat lari pagi sebulan sekali di Rawamangun, hanya untuk konstan mendapat apa yang namanya sakit. Gue merasa, dalam keadaan ‘kurang’ tersebut, justru konsentrasi dan daya pikir gue menambah (kecuali ngantuk, tentunya). Gue bisa lebih berpikir jernih disaat gue laper, inspirasi dateng ketika badan gue sakit, problem serasa lebih mudah dihadapi kalau kepala gue pusing. Dan untuk soal ngantuk, gue merasa lebih bisa menulis ‘sesuatu’ disaat gue ngantuk. Apapun itu bentuknya.

Saat ini, atau bisa dikatakan, beberapa jam yang lalu. Gue berada didalam kondisi terbaik yang bisa badan gue terima dalam beberapa bulan terakhir. Kepala gue enteng tanpa pusing, badan gue enak, perut gue kenyang, ngantuk hampir engga terasa. Wow, kaya kesetanan. Tapi nyatanya, daya konsentrasi gue malah menurun jauh dalam keadaan begitu. Ditambah beberapa hal yang bikin mood ga enak, itu adalah suatu gabungan yang sangat tidak bagus. Badan enak + Mood jelek, ga nyambung.

Yang gue maksud turun konsentrasi disini tuh bener-bener parah. Contohnya tadi sore, gue lagi jalan pulang dari kos si Marwan. Mengingat korek api udah abis karena gue pake maen api terus, rencananya gue mau beli korek gas, sama sekalian rokok, begini.

Gue : *berjalan petantang-petenteng, ngeliat warung lengkap dengan abangnya didepan, menghampiri, lalu bertanya,* “Bang, ada rokok gas?”
Si abang : Hah?
Gue : *bengong, mikir dulu* Eh? Maksudnya korek gas, sama samsu sebatang, hehe.
Si abang : oh.. *cekikikan*

Mantep, tapi itu belum sebanding, kemarennya, gue lagi pengen yang manis-manis, sementara udah males keluar gang yang jauhnya bagaikan menara kembar ditidurkan itu, gue pilih gula jawa yang emang dijual di deket kosan. Gue keluar kamar, sambil ngerokok, jalan sedikit, dan pas sampe warungnya, gue ngambil duit dikantong pake tangan kiri (rokok di tangan kanan). Setelah ngasih tau gue mau beli apa, bapak penjual dengan senang hati melayani. Nah, pas nunggu pelayanannya itu, gue pengen ngehirup rokok gue lagi, bukannya tangan kanan yang gue taro di mulut, malah tangan kiri yang maju. Jadi deh tuh, selembar imam bonjol yang telah di linting gue isep didepan bapak-bapak penjual yang cengo seketika.

Hueks.

Badan sehat, terkutuklah.