Skinpress Demo Rss

IH Gathering 3-4 oct

Filed Under (, ) by Pitiful Kuro on Wednesday, October 08, 2008

Posted at : 1:32 PM

Malam yang ngga jelek, hujan turun dengan kekuatan yang ngga main-main, tapi sayangnya ngga satu kalipun bunyi nyaman itu bergaung ke kuping, semenjak sampe di Bandung, entah ini udah hujan yang keberapa kali, tapi belum pernah gue mendengar bunyi itu lagi, bunyi yang membuat jantung berdebar keras ingin meloncat, menggetarkan urat-urat syaraf sampai menari-nari, menggelitik adrenalin untuk merembes sebanyak-banyaknya dari kepala yang sudah kelewat kaku. Bunyi itu Petir. Suara nan keras yang diawali dengan terbelahnya langit oleh kilatan putih menyala, membuat takut kebanyakan orang yang suka mencari perlindungan, diacuhkan oleh orang-orang yang keras hatinya, dan ditunggu-tunggu oleh orang yang mungkin sudah rusak sebagian otaknya. Mungkin gue masuk ke urutan yang ketiga.

Ada yang bilang, “apa-apa yang lo lakukan itu kaya di cerita aja, yang keluar malem-malem buat nikmatin bulan lah, yang ngitung petir lah, yang ujan-ujanan lah.. kaya dorama tau ga hidup lo?”. Dunno, mungkin jawaban terbaik yang bisa gue berikan adalah, ‘satisfaction comes first’, kepuasan diatas segalanya, selalu yang pertama. Andaikan memang nyaman, ya lakukan, biarlah orang berkata apapun yang mereka sukai, tetap di tempat dan puaskan diri dengan apa yang memang dirasa perlu, cukup.

Oh.. maksud hati ingin menulis yang lain, tapi karena terbawa suasana yang memang lagi oke, jadinya ya seperti diatas -_-a.. rite, gue mau mencoba menuliskan sebuah jurnal, perjalanan dua hari gue mengarungi Jakarta bersama rekan-rekan NW. here it is..



Friday, 3rd October 2008

Out of plan, diluar rencana, itulah kata yang tepat menggambarkan perjalanan di jum’at panas di awal oktober ini. Berawal dari menyetor muka di Y!M seperti biasanya, malam bila tak salah ingat, seseorang yang bisa kita sebut Midun disini mengontak gue dengan IM.. ah.. hal biasa toh.. entah sekedar berbagi waktu, cerita, atau tidak jarang hanya sapaan iseng yang memang tidak ada ujung pangkalnya, sebuah sarana yang tidak jelek untuk menghabiskan waktu (juga pulsa) bila tidak ada kerjaan, semua normal, sampai.. sebuah ajakan, invitation untuk berkeliling kota tua bersama rekan-rekan NW yang lain, rekan-rekan IH tepatnya. Mengingat esoknya memang juga ada acara berkumpul yang sudah direncanakan lama, kenapa tidak dijadikan satu paket? Dan jadilah.. dan lagi, memang gue juga sangat tertarik untuk mengunjungi kota tua yang seumur-umur belum pernah gue menginjakkan barang sejari kakipun disana. Nice..

The day, karena pilihan hari yang memang hari Jum’at, ini cukup merepotkan gue yang notabene seorang laki-laki. Berkumpul jam setengah dua, maka itu, mau tak mau gue harus solat jum’at di deket stasiun, menghindari keterlambatan tentunya. Gue berangkat dari rumah tepat jam sebelas tepat langsung ke stasiun Cikini, berubah dari tujuan awal yang harusnya ke Manggarai.. Hoh.. sulit memang menepati janji yang tidak terikat.. sulit.. ups.. not this time. Rite, setelah jum’atan gue langsung menuju ke stasiun, membeli tiket seharga Rp. 1000,- dan menunggu kereta ekonomi dengan jurusan langsung ke stasiun Kota—tempat pertemuan. Menunggu sembari bertukar kabar dengan dua orang yang dijanjikan akan bertemu nanti, dan phew.. luar biasa, masing-masing dari mereka meng-estimasi keterlambatan nyaris dua jam dari jadwal semula. Great, dan gue yang ga mau kalah pun ikut-ikutan pengen terlambat, beberapa kereta gue lewatin dengan cuek, menunggu santai duduk di bangku besi yang keras sembari sesekali memperhatikan orang-orang stasiun yang sibuk lalu-lalang, macam-macam manusia itu, macam-macam.

Sedikit kejadian menarik, setelah beberapa kereta lewat menaik-turunkan penumpang yang memburu waktu, uang, dan sebungkus nasi. Tak lama, sepasang manusia—laki-laki dan perempuan, berkepala 4 dan besar kemungkinan suami istri lewat di depan mata gue, baru saja naik dari lobby dan tampak menunggu kereta, mereka melihat gue yang duduk dengan nyamannya di bangku di bangku besi, tampaknya tergiur untuk mengistirahatkan badan menunggu kereta yang tidak tahu pasti kapan datangnya. Yang perempuan duduk disebelah gue, yang laki-laki masih berdiri karena gue yang memang mengakui bahwa ukuran gue ini tidaklah kecil duduk ditengah tengah, menghabiskan space untuk tiga orang menjadi hanya untuk dua orang saja. Tidak lama, karena tidak ada gubrisan berarti dari gue yang mungkin memang memonopoli tempat duduk, si perempuan berkata, “Eh! Minggir sedikit kek, makan tempat!!”. Hmm.. maafkan saya, madam, apabila saya mempunyai perasaan yang tidak peka, tapi apakah tidak bisa meminta dengan cara yang ‘sedikit’ lebih halus lagi? Mengerti apabila ini tempat umum, tapi setidaknya saya lebih dulu disini, mintalah dengan halus, dan saya akan dengan senang hati menggeser badan bongsor saya ini untuk mempersilahkan suami anda duduk.. gosh..

Ah.. bukan hal yang menyenangkan.. kereta datang, gue naik, dan itupun setelah di-call oleh orang yang tiba lebih dulu disana, Thiwy dan Acit, dua orang tak terduga yang disangka tidak ikut sudah sampai di tempat tujuan lebih awal dari semua orang yang aslinya memang niat, phew.. iya.. iya.. gue masuk yang telat. Sampe di stasiun kota, Thiwy dan Acit sudah duduk manis di A&W menunggu mereka-mereka yang terlambat datang.. satu persatu hadir, sampai setengah tiga barulah terkumpul semua, gue. Thiwy, Acit, Wahyu, Midun, dan terakhir, Rere. Okeh.. dengan member lengkap, semua berjalan menuju kota tua yang ternyata ngga jauh-jauh amat dari stasiun, approx 300-400 meter mungkin. Yah, kesan gue cukup ‘wah’ melihat tempat ini, sayang dirusak konyol dengan tulisan-tulisan macam “Bejo Love Tuti” di dinding-dinding temboknya.. bodoh.. dan gue, sebagai orang yang buta seni, dan menilai segala sesuatunya dari apa yang tersampaikan, cukup gatal juga ingin menggatak orang yang menulis tulisan demikian. Yeah, gue ngga akan menilai sesuatu dari segi historisnya, gue mengandalkan penglihatan, maka campuran warna, tekstur, perspektif, latar, seberapa kuat tarikan garis, dan hal-hal yang tampak adalah faktor utama penilaian gue, persetan dengan nilai historis, tempat dan siapa yang membuat, masa bodoh dengan The Last Supper yang kebanyakan makna, entah si Magdalena yang ditengah kek, si Yudas yang mau nyekek lah, atau apapun namanya, asalkan memenuhi kriteria gue, maka akan gue anggep bagus, mau dateng dari zaman apapun karya itu. Hoh.. esmosi melihat sebuah masterpiece rongsokan yang terlihat agung dirusak oleh coretan-coretan yang dibuat oleh orang yang moralnya sama hancur dengan bangunan disana. Dan wonder, akan terlihat seperti apa tempat ini di malam harinya, maka itu, saat Midun ngomong dateng ke tempat ini di malam sebelumnya, gue cukup antusias nanya-nanya. Gue suka malam, membuat semuanya menjadi 10 kali lebih menarik dilihat.

“Museum, siapa sih yang mencetuskan duluan? Ck..”

Awalnya begitu, akhirnya, “Hei, nice idea”, sungguh tidak jelek ide tur keliling museum ini, rasa kecewa gue ngga bisa menikmati kota tua langsung hilang saat si tour guide yang subtitelnya tiga bahasa ini menerangkan dengan bersemangat. Yansen, bila tak salah ingat, seorang buddhis berkepala botak, vegetarian, dan orang dengan personaliti yang menarik. Menerangkan dengan menggebu-gebu setiap bagian rumah yang dilewati, dari meja raksasa yang terbuat dari One Piece wood (beneran gede oy), sampe ke ranjang Honeymoon yang dipake sama orang belanda. Dan diantara semua yang ditunjukkan, gue paling tertarik sama claymore yang katanya digunakan untuk memancung orang dulu.. hmm.. jenis pedang dengan mata pisau sepanjang kurang lebih 90cm ini seharusnya bukan alat untuk meng-eksekusi toh? Guillotine akan lebih tepat, pisau daging raksasa dengan mata yang dipertajam secara berlebih, akan membuat siapapun yang dipancung olehnya tidak akan merasakan sakit sama sekali saking efektifnya golok ini.


ki-ka : ReRe, Wahyu, Midun, Thiwy, Acit di depan Museum.. Fatahillah (tadinya lupa, thx re)


Well.. Tur museum yang menyenangkan, tidak jelek dan tidak menyesal pokoknya. Acara dilanjutkan dengan perjalanan menuju mesjid sunda kelapa, walaupun tidak sesuai rencana, sedikit nyasar dan memang salah tangkap maksud sang supir angkot, akhirnya melesetlah dari tujuan semula, yang tadinya mau sholat di masjid sunda kelapa, jadi di masjid antah berantah yang ada kuburannya. Kejadian menarik part II, saat mau sholat di mesjid yang baru didatangi, apa yang harus dilakukan pertama kali? Tentunya mengecek kiblat, kan..dan gue rada lalai soal itu disini, gue ngecek, tengok kanan-kiri, dan menemukan sekelompok orang sedang duduk, mengaji ke arah depan, lurus.. maka gue berasumsi arah itulah kiblat. Tapi tahukah, orang ngaji bukan berarti sholat, ternyata kiblatnya salah.. bodoh.. untung Wahyu ngingetin dan gue sholat sekali lagi dengan membetulkan arah kiblat.. konyol ah..

Perjalanan dilanjutin, kali ini makan, dan bodohnya gue baru nyadar sesuatu saat udah duduk didalem restoran dan ngelirik menu.. ini. restoran. seafood. Sementara gue alergi sama makanan laut, yasudah, makan makanan lain lah dengan tenang. Dan satu hal lagi.. Wahyuu..terima kasih sudah mentraktir kami, tapi jangan sering-sering yaah, inget pengeluaran yang lain :|.. dan hari pertama kelar.. hasil yang paling mencolok.. kaki gue sakit..



Saturday, 4th October 2008

The Day, hari yang memang sudah direncanakan dari awal.. berkedok ingin menonton Laskar Pelangi, padahal maksud hati ingin sedikit mengobrol dengan seseorang, *lirik seseorang itu*, namun apa dikata, angin nasib membawa ke arah keramaian, maka gue dengan sedikit berat hatipun ikut manut-manut saja, tidak menyesal sih, bisa menghabiskan waktu didekat kerumunan yang ramai juga sudah cukup menyenangkan, toh. Kali ini langsung berangkat, tepat ke Blok M Plaza menggunakan Busway.. sebuah angkutan yang sebenarnya cukup menyenangkan dan nyaman digunakan apabila penggunanya tidak banyak seperti cendol. Dan tahukah? Gue yang adalah anak Jakarta asli, menghabiskan 9/10 umur gue di Jakarta ini tetep belum pernah sama sekali menyentuh yang namanya Blok M Plaza. Alhasil, jadilah gue orang yang buta arah, bertanya setiap 10 meter sekali untuk memperoleh kepastian kalau-kalau arah yang gue tempuh ini benar. Sesampainya di tempat, beberapa sudah datang duluan, Midun, Rere, dan Thiwy sudah ditempat, menimbang-nimbang pasnya nonton jam berapa, akhirnya diperoleh keputusan untuk menonton pukul 2.15.. dengan pertimbangan agar dapat makan siang dulu sebelum menonton.

Dan dengan tambahan Asril, Ayu, dan Sang-hee, rombongan menuju ke pizza hut, lama gue ga kesini :3, maka dari itu, gue tanpa ragu memesen makanan favorit gue, salad, diluar paket berempat. Membuat gue harus mengeluarkan uang tambahan, namun kalo emang doyan, mau dikata apa? Disini gue juga ketemu Tika, udah tau dia bakal dateng dari si Acit, jadinya, pas dia dateng, gue langsung narik narik dia buat meng-clearkan segala masalahnya. Sedikit penjelasan, dan beres. Yang penting itu komunikasi toh.. hak-hak.. kelar makan, akhirnya nonton Laskar Pelangi, dan sumpah, itu adalah Film Bioskop pertama gue di taun 2008 ini. Disamping menonton film memang bukan hobi gue, gue juga males pergi ke Bioskopnya, loh? karena, pergi ke Bioskop = pergi ke Mall = Alergi. Rite, gue sama sekali ga suka tempat yang semacem ini, menjauhkan diri semampu mungkin dari tempat yang bernama Mall atau apapun yang bentuknya sama dengan ituh. Maklum, mental kamar, Warteg, dan Warnet.

Oke, yang mengusulkan pertama kali itu memang gue, berusaha melawan segala perasaan berat hati untuk mengunjungi tempat-tempat macam ini untuk menonton Laskar Pelangi, Film yang diadaptasi Novel Andrea Hirata, yang saat gue baca itu bener-bener mengimaji gue dengan bermacam-macam hal. Tinggi, mungkin khayalan gue terlalu tinggi sampai-sampai gue cukup kecewa dengan Film-nya. yah, buku ratusan halaman dipadatkan menjadi Film berdurasi kurang lebih 2 jam. Tentu tidak bisa berharap lebih. Banyak adegan-adegan yang diubah, fokus cerita yang seharusnya memusat di kesepuluh anak melayu Belitong ini malah agak bergeser ke sang guru yang bisa dibilang agak mendramatisir. Ah.. Seingat gue, Laskar Pelangi bukanlah buku yang membuat orang membacanya terharu, tapi tersenyum kecil membayangkan kepolosan anak-anak SD pedalaman dalam menghadapi hidup.. menggambarkan bakat-bakat terpendam anak-anak melayu belitong yang tidak biasa. Menyiratkan bagaimana kehidupan mayarakat kecil di tengah-tengah tingginya tembok-tembok imperialisme yang menjulang tinggi mengelilingi mereka.. kehidupan keras a'la masyarakat terpencil.. itulah buku Laskar Pelangi yang gue baca..

Film selesai, sekali lagi, tidak menyesal, karena percuma toh menyesal yang ujung-ujungnya cuma menghasilkan ngedumel-ngedumel yang bikin lelah pikiran dan mulut. Rombongan memutuskan berjalan kembali, tapi tampaknya ada sedikit perseteruan saat grup yang menonton film tidak ditempat, entah gimana jelasnya, yang pasti salah satu anggota 'mogok gerak', hoho.. untungnya gue yang selalu berjalan dibelakang, memastikan semuanya oke-oke aja menyadari hal ini. Yang lain udah pada bergerak menjauh, tapi satu orang ini, si Midun memboikot gerak, ya udah, gue juga ikutan mogok sampe akhirnya yang duluan jalan sadar kalo ada yang ketinggalan dan balik lagi. Setelah dibujuk-bujuk, akhirnya mau juga jalan, manjanya kambuh toh :3.. (kidding mid, jangan detensi sayah ya ;) ). Gue boleh mogok jalan or kabur, tapi orang lain jangan, egois? pasti.

Dan tujuan berikutnya adalah mimpi buruk, photo studio.. God.. gue lebih milih lawan 5 kecoa sekaligus deh daripada harus melakukan itu. Yeah, silahkan bagi anda-anda sekalian yang ingin mengatakan saya sok cool, munafik, naif atau kata-kata lainnya, tapi memang gue sangat ngga bisa melakukan hal yang semacem itu. Bahkan foto buku kenangan pun gue ngga dateng. Alasannya gue sendiri ngga tau, foto-foto yang sifatnya ribet, formal, rumit begitu bakalan selalu gue jauhin sejauh-jauhnya. Dan tentunya gue ngga dilepaskan semudah itu, ditarik, didorong, bahkan hape dan tas gue dirampas sebagai sandra agar gue mau ikut. Hueh.. yaudah, terpaksa ngabur. Beberapa menit pertama gue keliling lantai tempat foto itu, sekedar bergerak dah, dan gue ngerasa ngga nyaman sama suasananya, sempet ngeliat Rere sebentar sebelum gue kabur ketempat parkir, dan belakangan gue tau kalo si Rere ini ngejar ampe ke lantai bawah, wew.. sori Re. Tempat parkir adalah pilihan yang bagus, sepi, dan di lantai atas sehingga punya view yang cukup bagus. Ngga membuat bosen lah nunggu sekian lama untuk menanti kelarnya yang lagi difoto.

Oke, semua kelar, tas balik, hape juga.. dan diperjalanan pulang, rombongan memutuskan makan yang ujungnya dibayarin sama Wahyu lagi.. hadoh.. Akhirnya pulang, ngga sempet ngobrol banyak sama orang yang dimaksud, *lirik-lirik lagi*, dan ternyata diketahui kalau emang dianya ngga biasa ngomong dengan orang yang baru dikenal, yasudahlah. di akhir, Asril yang kebingungan sama jalan pulan karena dah kemaleman, akhirnya nginep di rumah gue, sedikit banyak ngobrol soal IH, Hogsid dan gosip-gosip yang rada-rada asik juga dibicarain, hoho.. dan gue sebagai tuan rumah yang baik, memberikan kamar gue sepenuhnya buat Asril T_T, gue tidur di kamar Mbah gue bersama adek beralaskan Ubin dingin. gapapalah, demi kepuasan tamu. :). dan buat Tiwi, lebih ati-ati lagi ndoo.. masa kepalamu kejeduk dua kali dalam dua hari berturut turut? -_-

___________________________
Snapshots