Sikit Tentang Rohis
Filed Under (For Remember ) by Pitiful Kuro on Tuesday, July 28, 2009
Posted at : 11:22 PM
What a freaaaakkin cold night wind breeze out theree!?
Jam sembilan malem, tapi anginnya kaya jam tiga pagi, sinting. July mau berakhir dan akan digantikan Agustus, yang berarti September ngga akan lama lagi, haha, gue rindu hujan yang turun setiap hari. Walaupun cucian jadi lama keringnya, seenggaknya gue bisa menikmati musim kesukaan gue itu. Segalanya jadi dingin, sedikit-sedikti keujanan, sedikit-sedikit pilek, dan selimut jadi dobel, yeap, rindu enak ga enaknya musim ujan.
Well, selain penanggalan masehi yang berganti, dan musim yang berubah, satu hal lagi yang menjadi momok kebanyakan orang di negara yang mayoritas muslim dan berada di daerah kanan ini. Penanggalan Hijiriah, ngga lama lagi bulan puasa akan dateng. Kenapa? Yah, sejujurnya gue ngga begitu girang-girang amat dengan datengnya puasa, sebaliknya, gue juga ngga merasa terganggu dengan datangnya bulan dimana keseharian kita harus serba nahan (ehem, agak bermasalah dengan emosi sih, tapi bukan hal besar toh). Kalau kebanyakan orang jadi keinget sama atmosfir bulan puasa yang tenang dan damai itu, gue, jadi keinget Rohis.
It’s a couple years ago, disaat gue masih aktif di organisasi keagamaan itu, menjalani bulan puasa bisa dibilang menyenangkan, bisa juga nyiksa. Tentu menyenangkan, dengan berbagai macam kuliah-kuliah islami, tiap minggunya dikasih menthoring sama orang-orang yang cukup cakap di bidangnya, diberikan doktrin-doktrin bagaimana menyenangkannya bagaimana menjalankan ibadah puasa sebagai seorang muslim, ya gimana ngga kepengaruh?
Ngga menyenangkannya? Well, jadi pusat pertanyaan di kelas, mungkin. Dongkol juga sama guru Agama gue yang sekaligus jadi pembina Rohis, dia menyarankan pada anak kebanyakan untuk bertanya kepada anggota Rohis kalau-kalau ada yang ngga dimengerti.. Eah..
“Boleh ini ngga bung?”
“Itu boleh ngga sih?”
“Doa ini gimana?”
“Eh, niat sholat ini gimana?”
“Eh eh eh..”
Dan tentunya gue jawab dengan demokratis. Jawaban yang gue kasih ngga kolot konservatif, tapi juga ngga liberal terlebih sekuler. Jawaban yang ada ditengah yang tidak menjudge benar salah, tapi bagaimana yang nanya ini bisa memutuskan baik ngganya sendiri. Halah, sok keren gue. Ngga enaknya, dari petuah-petuah yang diberikan para mentor, mau ga mau yang mendengar pasti jadi terpacu kan? Apalagi kalau diberikan dengan gaya yang amat persuasif. Contohnya,
“Alangkah baiknya bila antum mencari amal sebanyak-banyaknya di bulan yang penuh berkah ini. Kalau antum biasa tilawah satu halaman sehari pada hari biasa, cobalah untuk tilawah satu juz sehari saat bulan ramadhan ini. Pahalanya—bla bla bla”
Note: antum: kalian, atau ‘kamu’ dalam artian paling halus.
Dan gue pun tilawah satu juz sehari. Eaak, mulut sampe kering pas puasa, yang ngga lancar baca jadi lancar, yang lelet jadi cepet, yang pendek napas jadi panjang and so on. Entah rela atau terpaksa, gua melakukannya. Yah, seenggaknya gue udah pernah khatam sekali karena petuah-doktrin-super-persuasif itu, ehe.
Dan disaat gue teringat dengan euforia ramadhan saat itu, tiba-tiba gue mendapatkan sebuah Tag di FB, sebuah notes. Bunyinya:
Note: murni kopipas, besar kecil huruf itu tanggung jawab yang nulis, Lol..
Tanggepan gue: Nah lohh?
Entah mereka yang aneh, atau guenya yang mati rasa? Tapi gue sama sekali ngga merasakan apa yang mereka rasakan. Kangen secara personal dengan member rohis lain? a big no. Kangen sih iya, tapi bukan dengan orangnya., organisasinya. Alasan gue milih Rohis pada awalnya karena gue benci dengan badan eksekutif yang ada didalam lembaga pendidikan (baca: OSIS). Tapi gue ingin berorganisasi, sementara organisasi legal didalam lingkungan sekolah ya itu-itu aja, OSIS dan MPK. Ekskul? Yea, gue akhirnya milih ekskul yang berbentuk organisasi, Rohis.
Dan gue menikmatinya, sungguh. Bekerja secara profesional di sebuah badan itu menyenangkan. Apalagi dengan angkatan gue yang cowonya hanya berjumlah delapan orang. Semuanya pas, efisien dan ngga ada pemborosan tenaga percuma karena kebanyakan orang. Tanggung jawab lebih besar. Gimana caranya nyalurin duit puluhan juta agar sampai ke divisi-divisi yang beres dan digunain secara efisien dengan orang yang terbatas. Phew. Itu tiga tahun yang menyenangkan secara profesional, tenaga gue bener-bener kepake. Tapi secara personal? Eak..
Awalnya mungkin iya, awal bergabung gue ngira bisa mempercayai mereka satu demi satu. Yang notabene adalah kumpulan orang yang beda-beda latar belakang, gue pikir menyenangkan bisa berbagi pikiran dengan mereka, awalnya. Sampai suatu titik gue sadar. Bahwa organisasi yang tidak didasari dengan loyalitas, tapi dengan ikatan keagamaan itu hanya berbuah dua jalan. (1) Kuat erat karena sepaham, (2) blarakan karena berprinsip terlalu konservatif dan cenderung masa bodo dengan permasalahan tiap individu. di OSIS, yang landasannya loyalitas, ketika satu anggotanya terkena masalah, maka akan langsung dipertanyakan keloyalannya terhadap organisasi, di Rohis? Jangan harap. Dan sejak sadar itu, gue membatasi, cukup dengan ikatan profesional aja di organisasi itu. Ambil ilmunya, jalankan kegiatannya, tapi jangan terikat dengan orang-orangnya.
Gue penasaran apa yang terjadi kalau gue ketemu dengan para mentor gue dulu.. haha, yang pasti, dari pengalaman dengan apa yang terjadi kepada senior-senior angkatan atas gue dulu saat balik ke sekolah. Pertanyaannya kurang lebih:
“Assalamualaikum, apa kabar akhi?”
(Baik aja akh)
“Masih konsisten di jalan Allah ga antum?”
(Alhamdulillah, masih akh)
“Solatnya gimana? Masih susah kaya dulu ngga?”
(Ngga, udah ngga pernah bolong kok)
“Tadarusnya gimana, tajwidnya membaik ga? Udah tartil belum?”
(Udah jarang akhi, tapi seminggu ada kok satu halaman)
Huahahaha.. Kaya diinterogasi dah. Untungnya gue ngga pernah denger mentor-mentor gue nanya begini:
“Akhi, pacaran?
(Iya akh, ehehe..)
Bisa langsung disidang di tempat.. jiah..
Jam sembilan malem, tapi anginnya kaya jam tiga pagi, sinting. July mau berakhir dan akan digantikan Agustus, yang berarti September ngga akan lama lagi, haha, gue rindu hujan yang turun setiap hari. Walaupun cucian jadi lama keringnya, seenggaknya gue bisa menikmati musim kesukaan gue itu. Segalanya jadi dingin, sedikit-sedikti keujanan, sedikit-sedikit pilek, dan selimut jadi dobel, yeap, rindu enak ga enaknya musim ujan.
Well, selain penanggalan masehi yang berganti, dan musim yang berubah, satu hal lagi yang menjadi momok kebanyakan orang di negara yang mayoritas muslim dan berada di daerah kanan ini. Penanggalan Hijiriah, ngga lama lagi bulan puasa akan dateng. Kenapa? Yah, sejujurnya gue ngga begitu girang-girang amat dengan datengnya puasa, sebaliknya, gue juga ngga merasa terganggu dengan datangnya bulan dimana keseharian kita harus serba nahan (ehem, agak bermasalah dengan emosi sih, tapi bukan hal besar toh). Kalau kebanyakan orang jadi keinget sama atmosfir bulan puasa yang tenang dan damai itu, gue, jadi keinget Rohis.
It’s a couple years ago, disaat gue masih aktif di organisasi keagamaan itu, menjalani bulan puasa bisa dibilang menyenangkan, bisa juga nyiksa. Tentu menyenangkan, dengan berbagai macam kuliah-kuliah islami, tiap minggunya dikasih menthoring sama orang-orang yang cukup cakap di bidangnya, diberikan doktrin-doktrin bagaimana menyenangkannya bagaimana menjalankan ibadah puasa sebagai seorang muslim, ya gimana ngga kepengaruh?
Ngga menyenangkannya? Well, jadi pusat pertanyaan di kelas, mungkin. Dongkol juga sama guru Agama gue yang sekaligus jadi pembina Rohis, dia menyarankan pada anak kebanyakan untuk bertanya kepada anggota Rohis kalau-kalau ada yang ngga dimengerti.. Eah..
“Boleh ini ngga bung?”
“Itu boleh ngga sih?”
“Doa ini gimana?”
“Eh, niat sholat ini gimana?”
“Eh eh eh..”
Dan tentunya gue jawab dengan demokratis. Jawaban yang gue kasih ngga kolot konservatif, tapi juga ngga liberal terlebih sekuler. Jawaban yang ada ditengah yang tidak menjudge benar salah, tapi bagaimana yang nanya ini bisa memutuskan baik ngganya sendiri. Halah, sok keren gue. Ngga enaknya, dari petuah-petuah yang diberikan para mentor, mau ga mau yang mendengar pasti jadi terpacu kan? Apalagi kalau diberikan dengan gaya yang amat persuasif. Contohnya,
“Alangkah baiknya bila antum mencari amal sebanyak-banyaknya di bulan yang penuh berkah ini. Kalau antum biasa tilawah satu halaman sehari pada hari biasa, cobalah untuk tilawah satu juz sehari saat bulan ramadhan ini. Pahalanya—bla bla bla”
Note: antum: kalian, atau ‘kamu’ dalam artian paling halus.
Dan gue pun tilawah satu juz sehari. Eaak, mulut sampe kering pas puasa, yang ngga lancar baca jadi lancar, yang lelet jadi cepet, yang pendek napas jadi panjang and so on. Entah rela atau terpaksa, gua melakukannya. Yah, seenggaknya gue udah pernah khatam sekali karena petuah-doktrin-super-persuasif itu, ehe.
Dan disaat gue teringat dengan euforia ramadhan saat itu, tiba-tiba gue mendapatkan sebuah Tag di FB, sebuah notes. Bunyinya:
kenangann itu,?
Yesterday at 6:55pm
beberapa hari yang lalu, dwi ga sengaja buka bLog SIAR77 yang lama,,
dan disitu dwi baca untuk yang kedua kaLinya LPJ daurah (SWISS 77) yang diLaksanakan pada tanggaL 5, 6 n 7 januari di tahun 2007,,
dan posisi dwi saat itu sebagai peserta,,
subhanaLLah,,
seteLah sekian Lama terpendam, kenangan itu merekah kembaLi,,
rasa yang teLah tersimpan rapi,,
kini mencoba keLuar dan menampakkan diri,,
tak tahan mata ini untuk tidak berlinang,,
mengingat itu,,
mencoba untuk memaknainya kembaLi,,
kini ku hanya dapat menyimpan semuanya dalam angan,,
"junduLLah"
sebuah kata. namun begitu besar maknanya,,
sebuah kata. yang membuat bergetar ketika mengetahui arti didaLamnya,,
sebuah kata. yang membuat kami menyadarii,,
sebuah kata. yang membuat kami mencoba untuk memahamii,,
kemana,?
kemana mereka semua,?
mereka yang saat itu ada daLam naungan Nya,?
kemana,?
kemana mereka smua,?
semua bukti yang membawaku bersama,,
kemana,?
kemana mereka semua,?
rasa yang saat itu teLah dipupuk,?
kemana,?
kemana mereka semua,?
semua janji yang teLah terpatri, waLau tak terungkap dari caci,,
fosiL dari setiap makhLuk hidup,,
artefak dari sebuah benda,,
rumus dari sebuah perjaLanan,,
air dari setiap sungai,,
udara dari setiap awan,,
kauand,,
masihkah ada kenangan itu di hati kaLiand,?
Note: murni kopipas, besar kecil huruf itu tanggung jawab yang nulis, Lol..
Tanggepan gue: Nah lohh?
Entah mereka yang aneh, atau guenya yang mati rasa? Tapi gue sama sekali ngga merasakan apa yang mereka rasakan. Kangen secara personal dengan member rohis lain? a big no. Kangen sih iya, tapi bukan dengan orangnya., organisasinya. Alasan gue milih Rohis pada awalnya karena gue benci dengan badan eksekutif yang ada didalam lembaga pendidikan (baca: OSIS). Tapi gue ingin berorganisasi, sementara organisasi legal didalam lingkungan sekolah ya itu-itu aja, OSIS dan MPK. Ekskul? Yea, gue akhirnya milih ekskul yang berbentuk organisasi, Rohis.
Dan gue menikmatinya, sungguh. Bekerja secara profesional di sebuah badan itu menyenangkan. Apalagi dengan angkatan gue yang cowonya hanya berjumlah delapan orang. Semuanya pas, efisien dan ngga ada pemborosan tenaga percuma karena kebanyakan orang. Tanggung jawab lebih besar. Gimana caranya nyalurin duit puluhan juta agar sampai ke divisi-divisi yang beres dan digunain secara efisien dengan orang yang terbatas. Phew. Itu tiga tahun yang menyenangkan secara profesional, tenaga gue bener-bener kepake. Tapi secara personal? Eak..
Awalnya mungkin iya, awal bergabung gue ngira bisa mempercayai mereka satu demi satu. Yang notabene adalah kumpulan orang yang beda-beda latar belakang, gue pikir menyenangkan bisa berbagi pikiran dengan mereka, awalnya. Sampai suatu titik gue sadar. Bahwa organisasi yang tidak didasari dengan loyalitas, tapi dengan ikatan keagamaan itu hanya berbuah dua jalan. (1) Kuat erat karena sepaham, (2) blarakan karena berprinsip terlalu konservatif dan cenderung masa bodo dengan permasalahan tiap individu. di OSIS, yang landasannya loyalitas, ketika satu anggotanya terkena masalah, maka akan langsung dipertanyakan keloyalannya terhadap organisasi, di Rohis? Jangan harap. Dan sejak sadar itu, gue membatasi, cukup dengan ikatan profesional aja di organisasi itu. Ambil ilmunya, jalankan kegiatannya, tapi jangan terikat dengan orang-orangnya.
Gue penasaran apa yang terjadi kalau gue ketemu dengan para mentor gue dulu.. haha, yang pasti, dari pengalaman dengan apa yang terjadi kepada senior-senior angkatan atas gue dulu saat balik ke sekolah. Pertanyaannya kurang lebih:
“Assalamualaikum, apa kabar akhi?”
(Baik aja akh)
“Masih konsisten di jalan Allah ga antum?”
(Alhamdulillah, masih akh)
“Solatnya gimana? Masih susah kaya dulu ngga?”
(Ngga, udah ngga pernah bolong kok)
“Tadarusnya gimana, tajwidnya membaik ga? Udah tartil belum?”
(Udah jarang akhi, tapi seminggu ada kok satu halaman)
Huahahaha.. Kaya diinterogasi dah. Untungnya gue ngga pernah denger mentor-mentor gue nanya begini:
“Akhi, pacaran?
(Iya akh, ehehe..)
Bisa langsung disidang di tempat.. jiah..
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comment:
Post a Comment