Skinpress Demo Rss

Nightwalker

Filed Under ( ) by Pitiful Kuro on Thursday, July 23, 2009

Posted at : 3:58 AM

03.53 am. Outside.
Can't sleep due to a bad mental health..

Minus dua jam lalu, gue udah ada diluar kosan, berjalan tanpa arah, tanpa tujuan. Well yea, kalau ditanya tujuan sih, ada aja, mengurangi tekanan batin? Lol. Apalah namanya, yang jelas gue menikmati suasana sepi yang jelas ngga mungkin bisa gue dapat di siang hari. Kapan lagi lo bisa jalan di tengah-tengah tanpa takut kelindes angkot kalau bukan malem-malem? Dan kapan lagi lo bisa jalan hanya dengan selapis kemeja flanel dengan dua kancing dibuka tanpa diliatin orang kalo bukan malem-malem (buset, sok seksi abis gue)?

It was fun. Disaat gue mau balik ke kosan, gue memutuskan untuk berjalan sedikit lagi, area berlawanan dari perjalanan panjang gue sebelumnya. And there i met them, di depan Daarut Tauhid, gue ketemu Arsy, Dani, sama Marwan, gegeletakan kaga jelas juntrungannya di depan mesjid. Yea, mereka baru pulang dari Jakarta dalam rangka study tour (?). Herannya, mereka udah sejam setengah diluar (karena kosannya dipake tidur buat yang cewe), kenapa ngga hubungin gue aja dan langsung tidur di tempat gue? Bzt, sungkan? Yah, apalah. Toh akhirnya mereka geletakan juga disini.

Ada yang pernah nanya ke gue,

“Kenapa lo ngga jadi gay, bung?”

Wotdehek.

Alasan dia bertanya seperti itu? Mungkin, mungkin sih, (1) yang nanya itu gay, (2) gue banyak bercerita tentang masa lalu gue ke dia, (3) gue belom pernah pacaran waktu itu. Dengan tiga poin diatas, terutama poin nomer dua, dia sangat yakin kalau gue gay. Masa lalu yang buruk, keluarga yang acakadul adalah faktor utama seseorang untuk menjadi gay, kata dia. Heeh, tau sih standarnya, kekecewaan terhadap orang tua, kejadian traumatis dengan orang dewasa, semuanya itu alasan yang cukup untuk mendorong seseorang menjadi gay, sekali lagi, katanya.

Entahlah, walaupun gue melihat seperti apa figur orang tua gue dulu, terlebih, dulu gue lebih sering maen boneka dan berimaji bahwa tumpukan guling adalah rumahnya dibanding bermain robot-robotan dan ngerusak mobil yang baru dibeli dalam 30 menit maen, gue masih normal. Sampe sekarang gue doyan cewe tuh, dan masih menyempatkan diri ngebuka situs bokep disaat gue ingin (Wakkakaka, a guy’s nature, eh?). Although, frankly, in the old times, before i met this gay guy, i once attracted to one people that, unfortunately, a guy. Okay, i know its silly, but, that relation almost became a relationship (creepy, isn’it?). hahah!

Bukannya gue meragukan orientasi seksual gue sendiri, tapi saat itu toh gue masih SMP, masih lugu, manis, imut, lucu (minus ceceran darah, tentu). Gue ngga ngerti apa-apa, sementara yang ngajak adalah seseorang yang umurnya jauh diatas gue, dengan pemikirannya yang bisa gue bilang luas, gue nyaris terpengaruh sama ajakan dia (IYA! Gue pake mikir pas ditanya mau jadi pacarnya apa kagak =)) ). Well, seenggaknya gue normal sekarang, dan ketertarikan seksuil gue terhadap laki-laki lain udah nol besar. Bersyukurlah, bung.

“Nggak, karena gue lebih seneng nyium bau shampoo cewek, bukannya bau keringet mas-mas kuli bangunan, kaya elo,”

“Sialan,”

Dan kenapa gue tiba-tiba teringat pertanyaan lawas itu? Orangnya pun gue udah ngga tau dimana sekarang, terakhir kontak juga lebih dari setengah tahun lalu. Hm? Mungkin blog ini yang mengingatkan gue sama dia. Huahaha, konten dari blog milik Fa itu, bener-bener menggambarkan apa yang sering dia ceritakan ke gue. Bagaimana rasanya ingin tampil kedepan publik tanpa harus malu dengan orientasi seksual yang sayangnya dikutuk agama dan dicibir masyarakat itu. Gimana susahnya mencari pasangan yang Love just by love, not for lust, or money, or.. whateva, just love. Dia ngga menyalahkan siapapun dengan orientasinya, dia bahagia dengan itu, katanya—walaupun dengan konsekuensi lebih sulit untuk mencari pasangan.

Well, its raining suddenly.

Udah cukup lama ya tanah ngga basah di Bandung, siang panas, malemnya dingin, ada yang lagi sedih hari ini? Lol.

Hari itu juga hujan, gue mengantarnya ke terminal Pulo Gadung, yang seperti biasa, angkutan di Indonesia apa sih yang sempurna dengan kata telat? Satu jam lebih gue dan dia menunggu di tempat-yang-kalau-bisa-dibilang-lobby, hujan mengguyur, tanah becek, dan para calo berlarian kesana kemari menanyakan penumpang, “naik apa mbak? Mau kemana? Dibawain mbak barangnya? Payung?” and so on. Saat yang mungkin jadi saat terakhir gue bertemu dia, saat dimana gue harus menambahkan lagi nama dalam daftar ‘Orang-orang yang pergi entah kemana’. Kami menunggu, dia berusaha tertawa, gue hanya tersenyum naif. Tidak banyak obrolan, hanya gumaman dan helaan nafas panjang yang berulang, sesekali tertawa tanpa alasan, atau tepukan di punggung yang entah maknanya apa.

Bis datang.

Gue hujan-hujanan membantu mengangkat barang dia yang emang banyak (dasar bencong!) ke bagasi, setelah selesai, gue dan dia bersalaman dalam kuyup, saling tepuk punggung. Kata-kata terakhir dia.

“Maju bung, lo bisa!”

Dari gue,

“Tetep kontak yak.”

Dia naik ke bisnya, melambai-lambai dari jendela yang setengah gelap ke gue yang ada diluar, kehujanan, sampai bis itu hilang dari pandangan mata gue. Gue kembali ke halte, berteduh, menyalakan rokok, dan menunggu hujan berhenti untuk kembali pulang.

Dan dia? Tidak ada kabar. Semoga harapan lo terkabul, punya seseorang yang mencintai lo karena cinta, bukan karena nafsu ataupun uang atau.. apalah. Hanya cinta, kan? kata-kata lo gue kutip tuh. Hehe..

Wish you luck.

0 comment: