Without Border
Filed Under (For Remember ) by Pitiful Kuro on Wednesday, August 28, 2013
Posted at : 2:32 AM
Menjadi bagian
dalam suatu grup itu menyenangkan, mungkin bisa dibilang kebutuhan. Karena lo
butuh sosialisasi pastinya, dan grup mem-provide hampir sebagian besar
kebutuhan sosialisasi lo. Grup itu dekat dengan hidup sehari-hari, rutinitas. Kebanyakan
grup terbentuk secara insidentil, entah itu lingkaran pertemanan kampus, tempat
yang lo datangi secara rutin, atau karena punya satu tujuan yang sama, yang
mana seiring waktu bakal punya kesan emosional. Teman, sama kayak grup, cuman
sifatnya lebih personal. Yah, nggak ada definisi baku emang, tapi gue
mengategorikan teman itu bentuk mini dari grup, dilihat dari sisi lain,
teman/pertemanan bisa dibilang sebagai bentuk interaksi antar-personal dalam grup.
Mungkin.
Gue butuh
keduanya. Jelas. Toh gue butuh sosialisasi juga. Khususnya apa yang disebut
dengan pertemanan antar laki-laki, gaulnya: Brotherhood.
Gue menganggap
hal-hal yang gue sebutin diatas tuh penting, dalam takaran diatas normal. Gue butuh
dalam taraf dan dosis yang lumayan tinggi, plus, gue junjung dengan tinggi
pula. Gue nggak tau influence dari mana, kata-kata ‘bro’ punya artian khusus
buat gue dan bukan sekedar panggilan akrab. Brotherhood, brother without
border, brolationship, bromance. Apapun sebutannya, gue selalu butuh itu. Dalam
banyak konteks, bahkan lebih penting daripada keluarga darah.
Gue seneng
dengan lingkaran pertemanan gue sekarang, secara langsung maupun nggak, gue
meng-influence mereka dengan paham yang satu itu. Pelan, tapi keliatan. Lo bisa
bilang gue ngedoktrin, mungkin emang iya. Soalnya, brotherhood nggak akan bisa
kebentuk dengan alami dalam waktu yang singkat. Harus ada yang mencetus dan
ngebentuk secara ‘paksa’. Dalam artian, ide-ide tentang brotherhood secara
konstan diberikan ke tiap-tiap orang yang ada dalam grup. Natural? Nggak, tapi
nggak ada salahnya juga untuk dilakuin.
Terbentuk secara
paksa, berarti banyak halangan dan tembok-tembok yang harus dibobol? Iya. Nggak
sedikit hal-hal personal yang hanya bisa diketahui dalam jangka panjang. Tiap personal
dalam grup punya watak dan bentukan yang beda, gimana cara untuk mengetahui
plus-minus dan hal-hal yang tabu untuk tiap personal itulah yang kadang jadi
halangan. Benturan mungkin sering kejadian tanpa sadar, dan rekonsiliasi juga
bukan hal yang gampang dilakuin kalau terjadi berulang-ulang. Tapi mungkin
disana seninya, seni dari brotherhood prematur yang terkesan dipaksa. Menyenangkan?
Banget.
Brotherhood
punya kaitan emosional? Iya. Sisi plus dari brotherhood ‘paksaan’ atau prematur
ini, secara nggak langsung lebih minim ekspektasi, kadar kaitan emosional yang
lebih rendah. Kaidah ‘just be it’ atau ‘let by gone be bygone’ sering
kedengeran di kepala masing-masing, dimana seleksi natural tetep main peran
kayak brotherhood yang alami. Nyisain mereka-mereka yang emang ingin bertahan
dan mempersilahkan siapa-siapa aja yang pengen keluar. Amen.
Beda dengan
yang alami, ekspektasi tinggi dan kadar emosional yang pekat cuman bikin lo
punyeng doang mikirin kata ‘kenapa?’
Dor.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comment:
Post a Comment