Hasratus Dominatrux
Filed Under (From My Mind ) by Pitiful Kuro on Friday, March 25, 2011
Posted at : 3:21 AM
Ini bukan sensus penduduk apalagi justifikasi, dan jangan pernah mikir kata prejudice, sambit nih. Jadi, abis lompat-lompat blog, blogwalking, iseng kemana-mana, dari satu blogroll ke blogroll lainnya, baca-baca apa aja yang orang pikirin dan ditulis disana, dan ada hal menarik yang gue temuin. Tentang hasrat dominatriks seorang manusia, lha, bukan ini sih, tapi tulisannya bikin pengen ngambil tema ini.
Nggak, lagi nggak minat buka KBBI dan soal definisi gue serahkan pada nerdus-nerdus pencaplok buku itu aja. Tau kan apa itu dominasi? Lebih detailnya dominasi cowok. Setiap cowok, sewajarnya dan seyogyanya punya keinginan untuk mendominasi, nature yang membuat dia ingin selalu menyerang, menguasai, mengambil alih dan kontrol sesuatu, dalam hal ini, cewek. Oh yea, dalam sebuah hubungan, maksudnya.
Bentar, rokok gue abis.
Oke, lanjut. Siapa sih cowok yang ga pengen dianggep cowok? Semua gue rasa, dan andaikan ada yang submisif manut-manut doang kerjaannya kayak ayam mau dikebiri, coba buka celananya, segede apa penisnya. Taking control above all, mate, mungkin nggak bisa semua, tentu, tapi di hal yang nggak dia dominasi, pastilah ada sentilan sedikit di otaknya, kalau nggak bisa disini, maka gue akan mencoba lebih handal dalam hal lain, sampai hal yang gue kalah tadi cuma sekiprit maknanya. Ketika gue kalah soal level bahasa Inggris misal, dominatriks cowok akan bekerja, gak mau kalah dong? Pilihannya, belajar enggres sampai goblok, sampai jauh ninggalin itu perempuan, atau, mahir di bahasa lain, eskimo, misal. Gue bisa bilang ini pasti, kalau enggak? Terserah, toh ini blog gue, pret.
Bisa ditunjukkin, bisa engga, bisa disadari, bisa enggak. Tapi yang pasti, semua cowo punya pemikiran demikian, apa iya harga diri gue yang tinggi ini rela diinjek-injek cewek gue sendiri? Berkasta dibawahnya? Yeah, engga dong. Relationship itu soal persaingan, dan umumnya hanya cowok yang sadar akan persaingan ini, kenapa? Jawabannya di paragraf berikutnya deh. Makanya, cowok jarang—sangat jarang, tersinggung ketika kelemahannya disebut, kecuali soal per-ranjang-an, kayaknya. Kenapa? Karena ketika kelemahan mereka disebut, dikritisi, mereka biasanya langsung puter otak gimana caranya kelemahan itu hilang karena progres diri, atau ketutup sama hal lain yang substitusional.
Tapi apa iya dominasi cowo sebegitu seremnya?
Gue bilang, nggak. Cewek pun mendominasi dengan caranya sendiri. Caranya? Ada yang mengaplikasikan pola dominasi cowok seperti yang gue jabarin diatas, berusaha mengungguli atau mengganti. Tapi. Gue punya teori kacangan tentang bagaimana dominasi cewe sebenarnya, ya kacangan, kagak pake riset dan bukti lapangan yang komprehensif, asal bacot. Menurut gue, submisif. Heu? Yea, mereka mendominasi dengan ke-submisif-an mereka, dengan kepasrahan, angguk-angguk, nrimo, mengiyakan tapi menusuk.
Bisa? Kayaknya, toh teori ngasal. Ketika si cowok menyinggung suatu hal yang memang diakui si cewek adalah hal dimana dia merasa kalah disana, si cewek justru malah berkata begini.
“Iya deh, gue emang nggak terlalu pinter kok kalau dibandingin elo.”
This.
Muji, tapi nurunin derajat sendiri. Kepasrahan yang ditunjukkin ini sadar nggak sadar akan ngebuat cowoknya keki. Iya dong, emang salah dia kalau pinter? Salah emaknya ngasih telor setengah mateng buat sarapan? Salah tukang sayur ngasih sayuran seger-seger? Berada diatas angin tapi disalahin, rasanya apa coba? Pengen turun dong. Nyamain derajat. Kebanyakan cowok tentunya akan bilang, “yaudah, belajar aja yang banyak, kejar gue kalau bisa!”—atau sejenisnya. Tapi justru malah dianggap pemarjinalan, tujuan nantang biar sederajat, biar nggak minderan, ini malah ngerasa makin rendah. Si cowok bingung, tiap ngobrol selalu aja itu diungkit, bahkan kadang bisa aja berpikir, yawes, gue nurunin derajat, kekang otak gue dan selamat, gue sama gobloknya ama elo. Kasarnya sih.
Dan hal ini bisa mencakup banyak hal, dari otak, penampilan fisik, kesehatan badan, prinsip dan seterusnya, masukin aja yang lo temuin. Polanya sama. Sampai gue bisa narik kesimpulan, dominasi cowok, kompetitif, dominasi cewek (submisif), pasrah mbikin kekiis #teot. Apa coba.
Cukup bersyukur makanya, ketika my Brown Sugar, Nanda, adalah tipe cewek nomer satu, yang menggunakan pola dominasi cowok dalam berhubungan, serba nggak mau kalah dan mau menang semuanya, bahkan hal-hal kecil sekalipun. Makanya gue pun terpacu. Ketika gue ngerasa kalah soal materi, udah kerja dianya toh, sementara gue pengangguran dan bisa apa gue mengusahakan kerjaan? Ya gue coba unggul di hal lain, nulis misal, bahkan tulisan dia aja bagus bener, ya makin terpacu. Gue juga melakukan progres di ngegitar karena dia bisa main gitar, gak terima kalah main musik ama cewek lah, enak aja. Gue juga memperbaiki temper gue yang amat jelek ini karena dia masih bisa sestagnan stupa ketika gue udah marah, weh. Dan masih banyak persaingan-persaingan lain yang gak akan bisa gue sebutin satu-satu.
Sayangnya, submisifnya dia masih ada, yaiya, ngga ada orang yang ngerasa sempurna, ada kalanya dia minder, apalagi masalah fisik. Gue tau kok, badannya ringkih, hepatitis lah, suka pingsan sendiri lah, lalala. Minder ya boleh, tapi jangan destruktif, konstruk di hal lain, mungkin. Dan seperti yang gue bilang, gue nggak pernah mempermasalahin kekurangan barang setitik, gue selalu nganggep itu paket yang ada di tiap orang yang gue pacarin, mau penyakitan kek, mau (nganggep dirinya) goblok kek, mau jelek kek, kalau udah gue pacarin ya Titi Sjuman lewaaat, Irene Sukandar kelindes jauuuh. Mata gue ketutup kacamata kuda, yang paling cantik ya dia, yang paling pinter ya dia, titik, gak pake kompromi.
Buat yang cewek, jangan submisif, itu hanya akan jadi bibit-bibit berantem ga ada juntrungan, coba deh bersaing dan jadiin hubungan elo elo pada lebih fun. Karena dengan ngerasa kalah, sadar gak sadar, sama aja ngebuat si pasangan kehilangan dorongan untuk ngembangin diri. Buat yang cowok, protes untuk ngejadiin lebih baik ya boleh, bukan ngatain apalagi ngebandingin (kecuali dengan gaya bercanda supaya dia makin kepecut, kenapa engga), kalau si cewek salah tangkep, berabe, tau kan jurus pemungkasnya? Pe Em Es.
Pret.
Bleh, tulisan apa ini? Sebentar lagi gue ikutan Hitman System kayaknya, oke, saat itu tiba, pasti penis gue bercabang dua. Ya ga mungkin lah yaa..
Nggak, lagi nggak minat buka KBBI dan soal definisi gue serahkan pada nerdus-nerdus pencaplok buku itu aja. Tau kan apa itu dominasi? Lebih detailnya dominasi cowok. Setiap cowok, sewajarnya dan seyogyanya punya keinginan untuk mendominasi, nature yang membuat dia ingin selalu menyerang, menguasai, mengambil alih dan kontrol sesuatu, dalam hal ini, cewek. Oh yea, dalam sebuah hubungan, maksudnya.
Bentar, rokok gue abis.
Oke, lanjut. Siapa sih cowok yang ga pengen dianggep cowok? Semua gue rasa, dan andaikan ada yang submisif manut-manut doang kerjaannya kayak ayam mau dikebiri, coba buka celananya, segede apa penisnya. Taking control above all, mate, mungkin nggak bisa semua, tentu, tapi di hal yang nggak dia dominasi, pastilah ada sentilan sedikit di otaknya, kalau nggak bisa disini, maka gue akan mencoba lebih handal dalam hal lain, sampai hal yang gue kalah tadi cuma sekiprit maknanya. Ketika gue kalah soal level bahasa Inggris misal, dominatriks cowok akan bekerja, gak mau kalah dong? Pilihannya, belajar enggres sampai goblok, sampai jauh ninggalin itu perempuan, atau, mahir di bahasa lain, eskimo, misal. Gue bisa bilang ini pasti, kalau enggak? Terserah, toh ini blog gue, pret.
Bisa ditunjukkin, bisa engga, bisa disadari, bisa enggak. Tapi yang pasti, semua cowo punya pemikiran demikian, apa iya harga diri gue yang tinggi ini rela diinjek-injek cewek gue sendiri? Berkasta dibawahnya? Yeah, engga dong. Relationship itu soal persaingan, dan umumnya hanya cowok yang sadar akan persaingan ini, kenapa? Jawabannya di paragraf berikutnya deh. Makanya, cowok jarang—sangat jarang, tersinggung ketika kelemahannya disebut, kecuali soal per-ranjang-an, kayaknya. Kenapa? Karena ketika kelemahan mereka disebut, dikritisi, mereka biasanya langsung puter otak gimana caranya kelemahan itu hilang karena progres diri, atau ketutup sama hal lain yang substitusional.
Tapi apa iya dominasi cowo sebegitu seremnya?
Gue bilang, nggak. Cewek pun mendominasi dengan caranya sendiri. Caranya? Ada yang mengaplikasikan pola dominasi cowok seperti yang gue jabarin diatas, berusaha mengungguli atau mengganti. Tapi. Gue punya teori kacangan tentang bagaimana dominasi cewe sebenarnya, ya kacangan, kagak pake riset dan bukti lapangan yang komprehensif, asal bacot. Menurut gue, submisif. Heu? Yea, mereka mendominasi dengan ke-submisif-an mereka, dengan kepasrahan, angguk-angguk, nrimo, mengiyakan tapi menusuk.
Bisa? Kayaknya, toh teori ngasal. Ketika si cowok menyinggung suatu hal yang memang diakui si cewek adalah hal dimana dia merasa kalah disana, si cewek justru malah berkata begini.
“Iya deh, gue emang nggak terlalu pinter kok kalau dibandingin elo.”
This.
Muji, tapi nurunin derajat sendiri. Kepasrahan yang ditunjukkin ini sadar nggak sadar akan ngebuat cowoknya keki. Iya dong, emang salah dia kalau pinter? Salah emaknya ngasih telor setengah mateng buat sarapan? Salah tukang sayur ngasih sayuran seger-seger? Berada diatas angin tapi disalahin, rasanya apa coba? Pengen turun dong. Nyamain derajat. Kebanyakan cowok tentunya akan bilang, “yaudah, belajar aja yang banyak, kejar gue kalau bisa!”—atau sejenisnya. Tapi justru malah dianggap pemarjinalan, tujuan nantang biar sederajat, biar nggak minderan, ini malah ngerasa makin rendah. Si cowok bingung, tiap ngobrol selalu aja itu diungkit, bahkan kadang bisa aja berpikir, yawes, gue nurunin derajat, kekang otak gue dan selamat, gue sama gobloknya ama elo. Kasarnya sih.
Dan hal ini bisa mencakup banyak hal, dari otak, penampilan fisik, kesehatan badan, prinsip dan seterusnya, masukin aja yang lo temuin. Polanya sama. Sampai gue bisa narik kesimpulan, dominasi cowok, kompetitif, dominasi cewek (submisif), pasrah mbikin kekiis #teot. Apa coba.
Cukup bersyukur makanya, ketika my Brown Sugar, Nanda, adalah tipe cewek nomer satu, yang menggunakan pola dominasi cowok dalam berhubungan, serba nggak mau kalah dan mau menang semuanya, bahkan hal-hal kecil sekalipun. Makanya gue pun terpacu. Ketika gue ngerasa kalah soal materi, udah kerja dianya toh, sementara gue pengangguran dan bisa apa gue mengusahakan kerjaan? Ya gue coba unggul di hal lain, nulis misal, bahkan tulisan dia aja bagus bener, ya makin terpacu. Gue juga melakukan progres di ngegitar karena dia bisa main gitar, gak terima kalah main musik ama cewek lah, enak aja. Gue juga memperbaiki temper gue yang amat jelek ini karena dia masih bisa sestagnan stupa ketika gue udah marah, weh. Dan masih banyak persaingan-persaingan lain yang gak akan bisa gue sebutin satu-satu.
Sayangnya, submisifnya dia masih ada, yaiya, ngga ada orang yang ngerasa sempurna, ada kalanya dia minder, apalagi masalah fisik. Gue tau kok, badannya ringkih, hepatitis lah, suka pingsan sendiri lah, lalala. Minder ya boleh, tapi jangan destruktif, konstruk di hal lain, mungkin. Dan seperti yang gue bilang, gue nggak pernah mempermasalahin kekurangan barang setitik, gue selalu nganggep itu paket yang ada di tiap orang yang gue pacarin, mau penyakitan kek, mau (nganggep dirinya) goblok kek, mau jelek kek, kalau udah gue pacarin ya Titi Sjuman lewaaat, Irene Sukandar kelindes jauuuh. Mata gue ketutup kacamata kuda, yang paling cantik ya dia, yang paling pinter ya dia, titik, gak pake kompromi.
Buat yang cewek, jangan submisif, itu hanya akan jadi bibit-bibit berantem ga ada juntrungan, coba deh bersaing dan jadiin hubungan elo elo pada lebih fun. Karena dengan ngerasa kalah, sadar gak sadar, sama aja ngebuat si pasangan kehilangan dorongan untuk ngembangin diri. Buat yang cowok, protes untuk ngejadiin lebih baik ya boleh, bukan ngatain apalagi ngebandingin (kecuali dengan gaya bercanda supaya dia makin kepecut, kenapa engga), kalau si cewek salah tangkep, berabe, tau kan jurus pemungkasnya? Pe Em Es.
Pret.
Bleh, tulisan apa ini? Sebentar lagi gue ikutan Hitman System kayaknya, oke, saat itu tiba, pasti penis gue bercabang dua. Ya ga mungkin lah yaa..
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comment:
Post a Comment