Skinpress Demo Rss

Hitam

Filed Under () by Pitiful Kuro on Monday, January 31, 2011

Posted at : 8:43 PM

Gue gemeter, tapi belum mati. Dia bilang, pendosa tetap pendosa, tidak ada pengampunan, posisi khusus yang disiapkan Tuhan bagi orang-orang tertentu yang tidak dapat tertolong. Dia bilang, mungkin, dia hanya benci kita, tapi siapa yang tahu? Dia bilang, percuma ditutupi, kau tutup, meledak di lain waktu. Gue tertawa, bagaimana mungkin dia menciptakan sesuatu yang bertujuan awal hanya untuk membenci? Siapa yang tau? Itu pendapat dia, dan bukan gue, ngga ada hak sama sekali untuk melarang pemikiran orang, pragmatis—kata yang gue dapet di dunia perkuliahan, yang dulunya belum tahu apa sebutannya, sudah gue pake.

Marah, sedih, tawa, senang, muram, sendu, tangis, cinta. Porsinya sudah ada masing-masing, ditentukan tiap orang kadar tingginya, tidak bisa lebih, dan tidak bisa kurang dari apa yang telah ditentukan. Itu teorinya, teori tentang kepribadian ciptaannya sendiri, sesuai dengan apa yang dia katakan sebelumnya. Tidak sama setiap orang, penggabungan dua jenis takaran ekspresi tadi bersatu, orang tua kita, menjadi peranakan baru yang berbeda, tidak sama satu sama lain dalam hitungan nano. Gue mengangguk.

Dan malam ini, gue berlari, rokok di tangan, mengejar bayangan dia yang gue tau itu nggak mungkin, nggak mungkin dia. Hisapan rokok gue begitu kuat, impulsif, sampai paru-paru ini kelewat batas toleran, tapi gue nggak berhenti. Langkah gue cepat, ganas, liar, sadis, bagai serigala yang kehilangan jejak hewan buruan, burung-burung meledek diatas pohon, menertawakan kebodohan, kebodohan ingin hidup tenang. Lelah, merasa goblok, batuk-batuk sampai dada terasa ngilu, bertanya, ‘apa yang barusan gue lakuin?’ tidak buruk andai memang itu dia, tidak ada yang salah, tapi apa yang terjadi berikutnya? Gue menepuk pundak kecilnya itu, dan dia akan memberikan kepalan tangannya sepenuh hati? Gue naif.

Sekali lagi, siapa yang tau? Dia bukan pencipta gue, dan gue pun bukan entitas yang berhak mengurusi apa-apa yang bisa dia keluarkan dari kepalanya. Tapi kadang dia benar. Kadang rasa sesak di jantung gue berasal dari dia, dari rasa rindu yang terlalu besar sampai-sampai gue bisa menangis menjerit-jerit, tapi gue juga takut, takut yang menjadikan perbedaan ukuran tubuh ini terasa kerdil. Bahkan tidak dengan keadaan gue sekarang, yang tidak takut kehilangan apapun bahkan nyawa sekalipun, atau jiwa.

“Pendosa tetap pendosa, kita anak dari generasi sampah yang memuja dunia dan bukannya Tuhan. Dan kita? Kita akan mengingatkan mereka, bahwa murka Tuhan tidak seenteng dunia itu sendiri.”

0 comment: