Badan gue masih kerasa pegelnya, asumsi gue sih, akumulasi dari 2 minggu perjalanan keliling jawa kemarin. Padahal waktu dijalin sama sekali ga ada masalah, kemana-mana ayo aja dan ngga pernah ngerasa capek, sekarang? Udah kaya kakek-kakek.
Yah, menyenangkan kok, banget malah. Perjalanan gue kemarin dari Jakarta, Bandung, Malang, Yogya, Solo sampai akhirnya balik lagi ke Jakarta. Banyak orang-orang yang udah lama pengen gue temuin baru kesampaian kemarin itu. Dan ekspektasi gue ketika bertemu dengan mereka pun terlewati, lebih daripada yang gue harapkan ternyata, hehe.
Salah satu cita-cita gue terkabul, naik KA Ekonomi jarak jauh Bandung-Malang, harusnya sih dari Jakarta, tapi ada perubahan rencana. Rasanya? Yah, pegel, tapi rame, lo bisa ngobrol sama banyak orang disana, kaya biasa, itu adalah salah satu kesenangan di perjalanan buat gue. Hampir ¾ waktu perjalanan bahkan gue gunakan untuk mengobrol dengan orang yang entah disebelah gue, atau bahkan yang cuma lewat. Biarpun harus berkorban kaki jadi rada bengkak karena kelamaan berdiri, gue mendapatkan pemandangan sosial yang begitu indah.
Bayangin deh, penumpang pada merutuk karena pedagang bolak-balik lewat, padahal kadang mereka pada beli juga, dan para pedagang menggerutu karena gak dikasih jalan lewat sama penumpang yang berdiri, walaupun mereka bakalan jadi konsumen nantinya. Itulah, paradoks perkeretaapian Indonesia.
Paling menyenangkan tentu di Malang, gue ketemu banyak orang-orang yang menyenangkan lagi menarik disini. Gue diberikan tempat berteduh di kos temennya Ussi. Di tempat ini gue bener-bener diberikan gambaran kos-kosan cowo yang sering ditampilkan di cerita-cerita, yang 1 komputer rame-rame lah, yang punya konsol game wajib berbagi lah, traktir-mentraktir makanan, kalau malem kumpul di 1 kamar.. wueh.. Bandung kalah telak kalo soal ini.
Buat gue, kesan perjalanan gue di Malang bukan dari tempat-tempat wisata yang gue datangi, tapi justru dari orang-orang yang gue temui disana. Pesona yang diberikan candi ronggo ga sebanding dengan kebersamaan yang gue dapetin disana. Dinginnya Batu kalah dengan sesi obrolan singkat gue sama rekan yang bener-bener bikin gue semangat itu. Ngopi di warteg (euh, oke, kayungyun), ngobrol sama supir angkot dan banyak lagi. Gue bahkan berpikir, agak rugi juga gue gak berusaha lebih keras untuk masuk Brawijaya dulu pas SMA.
Malang itu kecil, seuprit dibandingkan Jakarta, cuma setengahnya Bandung tapi pesonanya luar biasa. Kota suram kalo kata gue. Kota dimana gue ga akan mau keluar di sore hari, kenapa? Karena pasti aura suram sepi bakal turun menggelayut memenuhi udara dan mengisi paru-paru lo dengan angin sendu. Cocok buat gue kali ya?
Gue ga begitu suka Jogja, yang pasti bukan kota wisata yang bisa dinikmati jika lo pergi sendirian, kota ini udah terinfeksi sama virus wisata, dimana segala-gala dijadikan komoditas, sulit bagi gue untuk menemukan sebuah obrolan murni sosialisasi disini. Entah gue yang nggak menemukan atau memang begitu adanya, nggak betah.
Dan Solo? Hey.. ini kampung gue, mau mengharap apa? Ketemu Mbah, Oom, anaknya, tante-tante dan segala hal yang ada disana, gue gak bisa ngeluh. Hek.
Lalu, apa gue akan menuliskan jurnal perjalanan gue? Haha, gue rasa nggak ya, kepanjangan dan kepala gue serasa penuh, lagipula, bukan hal yang bisa dinikmati saat menulisnya.
Yah, menyenangkan kok, banget malah. Perjalanan gue kemarin dari Jakarta, Bandung, Malang, Yogya, Solo sampai akhirnya balik lagi ke Jakarta. Banyak orang-orang yang udah lama pengen gue temuin baru kesampaian kemarin itu. Dan ekspektasi gue ketika bertemu dengan mereka pun terlewati, lebih daripada yang gue harapkan ternyata, hehe.
Salah satu cita-cita gue terkabul, naik KA Ekonomi jarak jauh Bandung-Malang, harusnya sih dari Jakarta, tapi ada perubahan rencana. Rasanya? Yah, pegel, tapi rame, lo bisa ngobrol sama banyak orang disana, kaya biasa, itu adalah salah satu kesenangan di perjalanan buat gue. Hampir ¾ waktu perjalanan bahkan gue gunakan untuk mengobrol dengan orang yang entah disebelah gue, atau bahkan yang cuma lewat. Biarpun harus berkorban kaki jadi rada bengkak karena kelamaan berdiri, gue mendapatkan pemandangan sosial yang begitu indah.
Bayangin deh, penumpang pada merutuk karena pedagang bolak-balik lewat, padahal kadang mereka pada beli juga, dan para pedagang menggerutu karena gak dikasih jalan lewat sama penumpang yang berdiri, walaupun mereka bakalan jadi konsumen nantinya. Itulah, paradoks perkeretaapian Indonesia.
Paling menyenangkan tentu di Malang, gue ketemu banyak orang-orang yang menyenangkan lagi menarik disini. Gue diberikan tempat berteduh di kos temennya Ussi. Di tempat ini gue bener-bener diberikan gambaran kos-kosan cowo yang sering ditampilkan di cerita-cerita, yang 1 komputer rame-rame lah, yang punya konsol game wajib berbagi lah, traktir-mentraktir makanan, kalau malem kumpul di 1 kamar.. wueh.. Bandung kalah telak kalo soal ini.
Buat gue, kesan perjalanan gue di Malang bukan dari tempat-tempat wisata yang gue datangi, tapi justru dari orang-orang yang gue temui disana. Pesona yang diberikan candi ronggo ga sebanding dengan kebersamaan yang gue dapetin disana. Dinginnya Batu kalah dengan sesi obrolan singkat gue sama rekan yang bener-bener bikin gue semangat itu. Ngopi di warteg (euh, oke, kayungyun), ngobrol sama supir angkot dan banyak lagi. Gue bahkan berpikir, agak rugi juga gue gak berusaha lebih keras untuk masuk Brawijaya dulu pas SMA.
Malang itu kecil, seuprit dibandingkan Jakarta, cuma setengahnya Bandung tapi pesonanya luar biasa. Kota suram kalo kata gue. Kota dimana gue ga akan mau keluar di sore hari, kenapa? Karena pasti aura suram sepi bakal turun menggelayut memenuhi udara dan mengisi paru-paru lo dengan angin sendu. Cocok buat gue kali ya?
Gue ga begitu suka Jogja, yang pasti bukan kota wisata yang bisa dinikmati jika lo pergi sendirian, kota ini udah terinfeksi sama virus wisata, dimana segala-gala dijadikan komoditas, sulit bagi gue untuk menemukan sebuah obrolan murni sosialisasi disini. Entah gue yang nggak menemukan atau memang begitu adanya, nggak betah.
Dan Solo? Hey.. ini kampung gue, mau mengharap apa? Ketemu Mbah, Oom, anaknya, tante-tante dan segala hal yang ada disana, gue gak bisa ngeluh. Hek.
Lalu, apa gue akan menuliskan jurnal perjalanan gue? Haha, gue rasa nggak ya, kepanjangan dan kepala gue serasa penuh, lagipula, bukan hal yang bisa dinikmati saat menulisnya.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comment:
Post a Comment