Clek..
ZzzZzzz..
“Silahkan, anda dapat mulai sekarang,”
“Oh, sudah ya? Baik-baik.. ehmm..”
*Tlep*
Lelaki yang satu mematikan tape yang sedari tadi digunakan untuk merekam tiap perkataan orang satunya lagi, dengan tampang yang jelas menunjukkan ekspresi heran, berpadu dengan secercah kepuasan batin seorang jurnalis: melampaui penyeledikan polisi.
“Tunggu, mereka? Maksud anda ada dua orang atau lebih?”
“Ya, ada dua orang disana, satu ting—“
“Maaf-maaf, tunggu sebentar.”
*Clek*
“Lanjutkan.”
...
...
*Tlep*
“Ada apa pak?”
“Oh, maaf, hanya berusaha mengingat kesan yang ditimbulkan orang itu, ah!”
*Clek*
*Tlep*
ZzzZzzz..
“Silahkan, anda dapat mulai sekarang,”
“Oh, sudah ya? Baik-baik.. ehmm..”
Ini tentang peristiwa malam itu, seperti yang telah saya bilang pada anda sebelumnya, saya sedang berjalan berdua dengan kekasih saya saat itu. Tepatnya sekitar pukul sebelas malam, yah, anda tidak perlu tahu kan alasan saya datang ke tempat demikian pada jam-jam itu? Hehe.. oh maaf. Maksud saya, saya sedang berjalan-jalan saja di sekitar taman itu, tidak ada yang aneh, cuaca memang agak lembab, tapi itu tidak mengganggu sama sekali, ya kan pak? Lalu sekitar setengah jam kami berkeliling, kami menemukan pemandangan yang cukup ganjil di tempat itu, emm, kurasa sekitar bagian timur taman, dekat kolam menari itu, ya ya.. kalau tidak salah saya melihat mereka disana.
*Tlep*
Lelaki yang satu mematikan tape yang sedari tadi digunakan untuk merekam tiap perkataan orang satunya lagi, dengan tampang yang jelas menunjukkan ekspresi heran, berpadu dengan secercah kepuasan batin seorang jurnalis: melampaui penyeledikan polisi.
“Tunggu, mereka? Maksud anda ada dua orang atau lebih?”
“Ya, ada dua orang disana, satu ting—“
“Maaf-maaf, tunggu sebentar.”
*Clek*
“Lanjutkan.”
Emm, yah, dua orang seperti yang saya katakan tadi, yang satunya tinggi besar, ia mengenakan kemeja flanel warna merah muda kalau tidak salah ingat, berkacamata, dan..emm.. kalau bisa dikatakan juga, tampangnya murung. Lalu yang satunya, jauh lebih kecil, lebih kurus, mungkin hanya seleher orang yang tinggi besar itu. Ia mengenakan baju serba hitam, tidak jelas apakah itu kemeja atau jas. Pastinya..
...
...
*Tlep*
“Ada apa pak?”
“Oh, maaf, hanya berusaha mengingat kesan yang ditimbulkan orang itu, ah!”
*Clek*
Kurasa, kalau aku tidak salah merasakan, aku merasakan tekanan yang sangat berat, meluncur dari tubuh orang itu dan menekan atmosfir jauh disekitarnya. Mudahnya, menyeramkan. Dan jangan tanya kenapa aku tahu bahwa orang itulah yang mengeluarkan tekanan itu, bukan satunya, aku tidak dapat menjelaskan dengan detail, intinya, aku merasakannya. Seperti.. kau ingin—maaf—membunuhnya, tapi juga menyayanginya secara bersamaan.Tidak logis ya? Begitulah yang kurasakan. Ah, lalu sampai dimana tadi? Ya ya.. kami bertemu mereka, yah, jarak kami dari mereka lumayan jauh, sekitar 30-40meter. Mereka nampak berbincang dengan amat serius—tidak, bukan. Maksudku, orang yang kecil itu nampak menasehati orang yang besar itu. Entah apa, tidak terlalu jelas terdengar, karena suara lalu lintas di samping taman saat itu masih cukup jelas terdengar dan mengganggu pendengaran kami saat itu.Ah ya.. keanehan mulai terjadi disini, pak. Awalnya kami bisa mengacuhkan obrolan mereka, toh jelas mereka tidak mempunyai hubungan apa-apa dengan kami, dan kami pun tidak ingin ikut campur masalah orang lain. Tapi niatan itu hilang musnah saat orang kecil itu mengeluarkan sebuah pisau. Whew, anda mungkin berpendapat saya cukup nekat, saya langsung berteriak dan berkata bolak balik, “hei! Letakkan pisaunya!”, tapi tidak mempan, kedua orang itu sama sekali tidak mengindahkan teriakanku. Baru saja sampai setengah jalan aku mendekati mereka, tiba-tiba aku teringat kekasihku, bahwa aku kesana bersama dengannya, dan tidak baik tentunya jika meninggalkan dia begitu saja.Begitu aku menengok kebelakang, aku melihat dia, kekasihku, sudah jatuh terduduk, lemas dan tampak tanpa tenaga. Melihat itu, aku langsung berbalik arah, dengan niatan menolong kekasihku dan langsung pergi dari sana tanpa babibu. Dan kau tahu pak? Apa yang kurasakan saat aku memunggungi kedua orang itu? Phew, aku melihat gambaran diriku sendiri telah mati, leherku digorok sampai putus. Memang hanya ilusi, tapi aku tahu dengan jelas bagaimana rasanya saat itu, seperti benar-benar terjadi. Saya yang terkejut langsung membalik badan, dan melihat kedua orang itu sedang melihatku, dengan tampang yang sama-sama menyeramkan, seolah benar-benar ingin membunuhku. Aih, aku tak ingin mengingatnya lagi, sudah pak, hal terakhir yang kuingat dari malam itu adalah.. emm.. lolongan yang mengerikan, seperti lolongan anjing yang.. kesakitan..
*Tlep*
Beep.. beep.. beep..
Beep.. beep.. beep..
Beep.. beep.. beep..
Halo, assalamualaikum?
Woy
Halo?
Hahahah..
Ini siapa?
Tebak!
Siapa heh?
Lupa lo? Suara gue?
Ah..
Inget?
Udah inget lo?
Ada apa?
Hah? Ada apa? Bukannya gue yang harus tanya a-da a-pa?
Mampus lo, mampus! Makan tuh!
Bisa jelas dikit gak lo?
Ga jelas? Gue maki elo, ga jelas, heh?
Karena apa? Gue kira kita udah beres, gue udah lepas kan waktu itu?
Wooo-wooo, saat mentor gue susah, seorang pupil harus bertanggung jawab kan? Heh?
Lo.. tau?
Selalu tau, sayang.
Darimana?
Ngga penting, sama sekali ga penting tau gak hidup lo!
Lo hubungin gue cuma mau bilang itu?
Nggak, gue belum bilang, makan tuh pikiran sampah, manja, jijik, najis, otak kosong, ngayal, lo makan tuh bangsat!
…
Heh, gue belum selesai, mau ketawa gue! Mana yang lo bela tuh? Mana? Sekarang apa? Berapa luka yang lo bikin? Coba gue tebak, say, empat? Lima? Atau lebih dari itu?
Gue tutup ya.
Hahahah? Kenapa lo? Kecut? Muka lo pasti kusut mampus sekarang, abis tuh jiwa lo gerogotin lama-lama.
Gue tau, lo diem.
Tau? Tau? Sumpah, perut gue mules mau nahan ketawa, tau apaan? Mana yang namanya tau? Lo gak tau, gak tau sama sekali.
Ini gue, gue sendiri, badan badan gue, pikiran ya pikiran gue, gue yang lebih tau!!
Korosif, lo ga tau seberapa korosifnya hati lo, terkikis pelan-pelan, berkarat, lama-lama rusak, dan lo mati dalam keadaan hati lo menciut seperseratus ukuran semula.
Serius, gue pikir gue udah lepas waktu itu, putus hubungan, ga ada kaitan sama sekali antara gue dan elo, titik, gue udah ga butuh lo lagi, gue udah bilang kan?
*BRAG*
Halo?
*terkikik*
Yakin? Udah ga bisa kontrol sama sekali kan?
Berisik.
Iya kan?
Cukup.
He eh?
*tep*
Tuut.. tuut. Tuut..
Beep.. beep.. beep..
Beep.. beep.. beep..
Halo, assalamualaikum?
Woy
Halo?
Hahahah..
Ini siapa?
Tebak!
Siapa heh?
Lupa lo? Suara gue?
Ah..
Inget?
Udah inget lo?
Ada apa?
Hah? Ada apa? Bukannya gue yang harus tanya a-da a-pa?
Mampus lo, mampus! Makan tuh!
Bisa jelas dikit gak lo?
Ga jelas? Gue maki elo, ga jelas, heh?
Karena apa? Gue kira kita udah beres, gue udah lepas kan waktu itu?
Wooo-wooo, saat mentor gue susah, seorang pupil harus bertanggung jawab kan? Heh?
Lo.. tau?
Selalu tau, sayang.
Darimana?
Ngga penting, sama sekali ga penting tau gak hidup lo!
Lo hubungin gue cuma mau bilang itu?
Nggak, gue belum bilang, makan tuh pikiran sampah, manja, jijik, najis, otak kosong, ngayal, lo makan tuh bangsat!
…
Heh, gue belum selesai, mau ketawa gue! Mana yang lo bela tuh? Mana? Sekarang apa? Berapa luka yang lo bikin? Coba gue tebak, say, empat? Lima? Atau lebih dari itu?
Gue tutup ya.
Hahahah? Kenapa lo? Kecut? Muka lo pasti kusut mampus sekarang, abis tuh jiwa lo gerogotin lama-lama.
Gue tau, lo diem.
Tau? Tau? Sumpah, perut gue mules mau nahan ketawa, tau apaan? Mana yang namanya tau? Lo gak tau, gak tau sama sekali.
Ini gue, gue sendiri, badan badan gue, pikiran ya pikiran gue, gue yang lebih tau!!
Korosif, lo ga tau seberapa korosifnya hati lo, terkikis pelan-pelan, berkarat, lama-lama rusak, dan lo mati dalam keadaan hati lo menciut seperseratus ukuran semula.
Serius, gue pikir gue udah lepas waktu itu, putus hubungan, ga ada kaitan sama sekali antara gue dan elo, titik, gue udah ga butuh lo lagi, gue udah bilang kan?
*BRAG*
Halo?
*terkikik*
Yakin? Udah ga bisa kontrol sama sekali kan?
Berisik.
Iya kan?
Cukup.
He eh?
*tep*
Tuut.. tuut. Tuut..
Hell-o world.
Ah kawan, semua ini hanya soal waktu, tidak kurang dan tidak lebih. Satu kata standar dalam paragraf yang mungkin tidak begitu dilirik bagi kebanyakan orang, yeap, waktu. Murni, gue mengkambinghitamkan waktu, menyalahkan terang-terangan, lempar puntung rokok sambil pura-pura bego, itulah, intinya, gue kehabisan waktu untuk mengisi space yang membesarkan pemikiran dan mungkin kejiwaan gue ini.
Tapi serius, dengan segala kengaretan gue dalam mengerjakan tugas, keleletan gue dalam menjalankan kewajiban-kewajiban yang memang seharusnya gue kerjakan, gue menganggap bahwa gue adalah orang yang sangat angkat topi pada hal yang kita sebut waktu ini. Well, seperti alasan klise para blogger lain pada saat beralasan mengapa space mereka tidak kunjung diisi, gue juga beralasan demikian, gue sibuk men (halaaah!).
Kita semua tau, fokus pada satu hal, maka hal lain mungkin akan sedikit terabaikan, atau dalam kasus terburuk, kagak keurus sama sekali. Dan dalam hal ini, gue menafsirkan hal yang kaga keurus itu.. ya blog ini. Haha.. lama ga posting, ga taunya isinya soal keluhan soal gue sibuk ini itu, nyebelin bener yeh. Yah, mau dikata apa, namanya juga anak kuliahan, kanan kiri tugas ngegempet, ada kegiatan luar kuliah yang ngegencet, dan segala kesenangan non-inet lain yang ngegeber, semuanya bersatu padu berkomplot untuk membuat empunya kegiatan ini ngos-ngosan kehabisan waktu. Cieh.
Tugas? Yea, kaya yang gue bilang tadi, dengan segala kengaretan gue dalam mengerjakan tugas, gue tetep punya suatu struktur dalam pengerjaan tugas gue dan andaikan jadwal yang terstruktur itu berubah bukan atas dasar kendali diri gue pribadi, maka gue yang cuek sama soal kuliah dan nilai inipun bisa dibikin mumet. Itulah yang terjadi belakangan, tugasnya banyak, mudah sih sebenernya, hanya aja, jumlahnya itu yang bikin pusing, sedangkan gue bukan orang yang rapih-rapih amat mau nyatetin tugas mana aja yang harus gue kerjakan dan deadline pengumpulannya. Oh come on! Gue cowo, dan gen bawaan cowo itu seyogyanya adalah mengerjakan satu task dalam satu waktu, andaikan borongan? Jangan harap maksimal.
Jadi jangan heran kalau ngeliat cewe bisa masak sambil baca buku, dengerin radio, dan nonton TV sekaligus, itu emang bawaan mereka. Cowo? Lo ajak ngobrol pas lagi nyetir aja bisa nabrak.
Organisasi? Huu.. bukan BEM, niatan gue setahun lalu saat tendon gue sobek sampe sekarang masih tetep sama, masuk Pecinta Alam kampus. Jadilah, gue masuk sekarang, udah ngelewatin seleksi awalnya, dan sekarang status gue adalah calon anggota. Diharuskan untuk mengikuti serangkaian Pendidikan dan Latihan Dasar (Diklatsar) untuk menjadi anggota muda. Wuih, tentunya udah jadi informasi umum yang namanya masuk Pecinta Alam itu ngga pernah gampang, dan memang gak gampang. Materi yang sebegitu banyaknya harus dikuasain semua, latihan fisik yang jor-joran terutama buat gue yang emang ngga pernah latihan stamina sama sekali, membuat gue kayak kakek-kakek yang ngos-ngosan setiap kali latihan fisiknya. Gelo.
Tapi okelah, dengan segala omelan-omelan dan genjotan materi serta fisik yang harus gue jalani, gue tetep harus fun ngejalaninnya, karena kembali ke niatan awal gue, gue harus masuk.
Itulah, sederetan kegiatan yang sebenernya ngga banyak secara jumlah, namun menyita waktu gue habis-habisan, belum lagi ada hal-hal lain yang harus diperhatikan secara intens (pacar misal, ehe..) maka dari itu, gue mengorbankan kesukaan gue yang satu ini, menulis dan baca. Gatel sih, sumpret, tangan gue gatel seriusan pengen nulis ini itu, kepala gue ngebul kebanyakan ide yang ngga ketuang, tapi itu jalan yang gue ambil, dan setiap jalan pasti ada konsekuensi yang harus gue bebanin di pundak. Ah so, selama gue masih enjoy ngejalaninnya, ya ngga ada masalah kan yak.. marry go round, babe.
Dan sekarang? Rasanya gue butuh seseorang untuk gue ajak ngobrol, langsung. Ehe..
Ah kawan, semua ini hanya soal waktu, tidak kurang dan tidak lebih. Satu kata standar dalam paragraf yang mungkin tidak begitu dilirik bagi kebanyakan orang, yeap, waktu. Murni, gue mengkambinghitamkan waktu, menyalahkan terang-terangan, lempar puntung rokok sambil pura-pura bego, itulah, intinya, gue kehabisan waktu untuk mengisi space yang membesarkan pemikiran dan mungkin kejiwaan gue ini.
Tapi serius, dengan segala kengaretan gue dalam mengerjakan tugas, keleletan gue dalam menjalankan kewajiban-kewajiban yang memang seharusnya gue kerjakan, gue menganggap bahwa gue adalah orang yang sangat angkat topi pada hal yang kita sebut waktu ini. Well, seperti alasan klise para blogger lain pada saat beralasan mengapa space mereka tidak kunjung diisi, gue juga beralasan demikian, gue sibuk men (halaaah!).
Kita semua tau, fokus pada satu hal, maka hal lain mungkin akan sedikit terabaikan, atau dalam kasus terburuk, kagak keurus sama sekali. Dan dalam hal ini, gue menafsirkan hal yang kaga keurus itu.. ya blog ini. Haha.. lama ga posting, ga taunya isinya soal keluhan soal gue sibuk ini itu, nyebelin bener yeh. Yah, mau dikata apa, namanya juga anak kuliahan, kanan kiri tugas ngegempet, ada kegiatan luar kuliah yang ngegencet, dan segala kesenangan non-inet lain yang ngegeber, semuanya bersatu padu berkomplot untuk membuat empunya kegiatan ini ngos-ngosan kehabisan waktu. Cieh.
Tugas? Yea, kaya yang gue bilang tadi, dengan segala kengaretan gue dalam mengerjakan tugas, gue tetep punya suatu struktur dalam pengerjaan tugas gue dan andaikan jadwal yang terstruktur itu berubah bukan atas dasar kendali diri gue pribadi, maka gue yang cuek sama soal kuliah dan nilai inipun bisa dibikin mumet. Itulah yang terjadi belakangan, tugasnya banyak, mudah sih sebenernya, hanya aja, jumlahnya itu yang bikin pusing, sedangkan gue bukan orang yang rapih-rapih amat mau nyatetin tugas mana aja yang harus gue kerjakan dan deadline pengumpulannya. Oh come on! Gue cowo, dan gen bawaan cowo itu seyogyanya adalah mengerjakan satu task dalam satu waktu, andaikan borongan? Jangan harap maksimal.
Jadi jangan heran kalau ngeliat cewe bisa masak sambil baca buku, dengerin radio, dan nonton TV sekaligus, itu emang bawaan mereka. Cowo? Lo ajak ngobrol pas lagi nyetir aja bisa nabrak.
Organisasi? Huu.. bukan BEM, niatan gue setahun lalu saat tendon gue sobek sampe sekarang masih tetep sama, masuk Pecinta Alam kampus. Jadilah, gue masuk sekarang, udah ngelewatin seleksi awalnya, dan sekarang status gue adalah calon anggota. Diharuskan untuk mengikuti serangkaian Pendidikan dan Latihan Dasar (Diklatsar) untuk menjadi anggota muda. Wuih, tentunya udah jadi informasi umum yang namanya masuk Pecinta Alam itu ngga pernah gampang, dan memang gak gampang. Materi yang sebegitu banyaknya harus dikuasain semua, latihan fisik yang jor-joran terutama buat gue yang emang ngga pernah latihan stamina sama sekali, membuat gue kayak kakek-kakek yang ngos-ngosan setiap kali latihan fisiknya. Gelo.
Tapi okelah, dengan segala omelan-omelan dan genjotan materi serta fisik yang harus gue jalani, gue tetep harus fun ngejalaninnya, karena kembali ke niatan awal gue, gue harus masuk.
Itulah, sederetan kegiatan yang sebenernya ngga banyak secara jumlah, namun menyita waktu gue habis-habisan, belum lagi ada hal-hal lain yang harus diperhatikan secara intens (pacar misal, ehe..) maka dari itu, gue mengorbankan kesukaan gue yang satu ini, menulis dan baca. Gatel sih, sumpret, tangan gue gatel seriusan pengen nulis ini itu, kepala gue ngebul kebanyakan ide yang ngga ketuang, tapi itu jalan yang gue ambil, dan setiap jalan pasti ada konsekuensi yang harus gue bebanin di pundak. Ah so, selama gue masih enjoy ngejalaninnya, ya ngga ada masalah kan yak.. marry go round, babe.
Dan sekarang? Rasanya gue butuh seseorang untuk gue ajak ngobrol, langsung. Ehe..
Subscribe to:
Posts (Atom)