Ada pepatah lama yang mengatakan, setejam-tajamnya pisau, apabila tidak pernah diasah, pasti akan tumpul juga. Can’t more agree with that. Kemampuan nulis gue makin jongkok karena lama ngga pernah digunakan untuk tulisan bebas. Karya ilmiah, makalah, dan esai, itu semua adalah bentuk tulisan yang gue buat dalam beberapa bulan terakhir. Tidak ada cerpen, tidak ada prosa, tidak ada pula yang namanya puisi (emang pernah gue bikin puisi?), ha. Semua kegiatan yang berhubungan dengan bahasa terpotong sudah bagai t*t*t yang di sunat, tau ngga? Bahkan ngga ada satu buku pun yang gue selesaikan dalam beberapa bulan terakhir (buku diktat dan motivasi ga di hitung, maksudnya sastra).
Apa alasannya? Yang jelas, bukan kehilangan minat, minat gue pada bidang ini masih sangat besar. Bahkan keinginan-mustahil-terwujud gue untuk ngambil program ganda dengan sastra indonesia masih belum pudar, ingin tapi ngga mungkin, sort of. Di bilang sibuk pun sebenernya ngga terlalu, banyak waktu kosong yang dipergunakan secara tidak efektif dan cuma nyampahin waktu: browsing tanpa tujuan, tidur, bahkan—melamun. Oh keren. No, no, time that i spend with meine freundin is not such a waste, gue melihatnya sebagai penghabisan waktu yang berkualitas, walau tidak melakukan apapun. Ha..
Untuk itu, gue mencoba untuk membangkitkan insting menulis yang entah sejak kapan tumpul. Caranya? Alamak, tidak ada jaminan seperti yang di berikan seperti saat kita meminjam uang ke bank, kalau gue memberi janji, nanti jaminannya disita, haha. Mudah sajalah, diusahakan untuk mengisi blog ini dengan rutin, amin gak? Amin dong ah.
Langkah pertama, gue meminta seseorang teman baik untuk memilihkan satu topik secara acak, berikutnya terserah gue akan mengembangkan topik itu menjadi seperti apa nantinya. Here it is.
__
Ejaan Yang Disempurnakan.
Ah, jangan keburu mengerutkan dahi terlebih dahulu setelah melihat judul diatas, salahkan Bayu Adiputro yang memilih topik itu.
Ejaan yang disempurnakan atau lebih akrab kita kenal dengan singkatan EYD adalah ejaan yang mulai dipakai di Indonesia pada tanggal 16 Agustus 1972. Mencakup 12 aspek total dan mungkin ratusan poin-poin kecil peranakan dari 12 aspek tersebut. 12 aspek tersebut adalah. Kapitalisasi, tanda koma, titik, seru, hubung, titik koma, tanya, petik, titik dua, kurung, elipsis dan tanda garis miring.
Sering kali kita sebagai bangsa Indonesia mengerdilkan fungsi dari EYD ini dan jelas-jelas meludahi tata bahasa yang ada. Mungkin masih dimaafkan apabila penggunaan EYD ini tidak terlalu dijunjung tinggi pada penulisan karya sastra, dengan dalih agar membuat karya tersebut menjadi lebih menarik dan lebih asik untuk dikonsumsi. Misal saja, penggunaan tanda titik berurutan untuk menimbulkan kesan hening dan membuat efek suram pada sebuah dialog, tentu dimaafkan. Tapi jika kesalahan terang-terangan tersebut digunakan dalam sebuah karya ilmiah, wah, tidak bisa berkomentar saya.
Walah, tidak usah jauh-jauh ke penulisan karya ilmiah yang meribetkan jiwa membuat pusing mata itulah, mari pindah saja ke fenomena sosial yang sedang marak belakangan ini. Situs jejaring sosial, tempat dimana tulisan menjadi media utama komunikasi—disamping fitur foto dan sebagainya, tentu. Mungkin bisa saya katakan, bahwa situs jejaring sosial semacam facebook atau myspace dapat dijadikan sampel bagaimana kondisi bangsa ini memandang sebuah bahasa. Saya tidak munafik, tentunya bahasa slang lebih menarik digunakan dalam keseharian, jadi saya tidak akan mengkritisi soal kosakata disini. Yang jadi masalah adalah, cara menulis, tipografi. Mengerti maksud saya? Begini.
Aku, menjadi aq.
Kamu, menjadi kmoch.
Dsb, ngga kuat melanjutkan, maaf.
Mengerti kan maksud saya? Tidak masalah dengan bahasa slang, tidak ada masalah dengan kosakata, tapi setidaknya, gunakanlah bahasa sebagaimana mestinya seperti yang sudah diatur oleh para pendahulu kita di masa lampau. Jika ingin membuat kata baru, maka akan sangat dipersilahkan, tapi janganlah merubah kata yang sudah ajeg, menjadi suatu bentuk lain yang (maaf) membuat merinding orang yang membacanya. Tidak harus menggunakan tata bahasa yang sebagaimana saya sebutkan di paragraf pertama, tanda baca yang baik dan benar. Tidak harus titik setelah akhir kalimat, tidak harus koma setelah satu kalimat selesai, tapi cukup gunakanlah dengan bijak. Karena satu tanda titik sudah cukup untuk mengakhiri, satu tanda seru sudah cukup untuk membuat satu kalimat berartikan seru, dan satu tanda tanya sudah menjelaskan dengan amat jelas kalau kita sedang bertanya.
Dalam facebook sendiri, cukup banyak grup yang menentang penggunaan bahasa demikian, jadi bukan hanya saya kan yang agak terlalu perfeksionis? Ada pula yang menyebutkan bahwa tata bahasa demikian adalah tata bahasa alay, entahlah, saya lebih suka menyebutnya sebagai penggunaan tipografi yang kebablasan daripada jenis bahasa yang digunakan oleh suatu kelompok tertentu. Saya juga tidak mendiskreditkan pengguna bahasa demikian, hanya saja, saya menghimbau untuk menggunakan bahasa sebagaimana mestinya. EYD diciptakan oleh orang Indonesia, kalau bukan orang Indonesia sendiri yang menggunakan serta melestarikannya, siapa lagi? Tidak lucu jika suatu saat nanti, kitab suci bahasa Indonesia kita yang melampirkan EYD diklaim oleh bangsa lain bukan? Jangan sampai kita berlatah ria menggunakan tatanan bahasa yang seharusnya pada saat itu, sudah terlalu terlambat, kawan.
Seperti yang saya sampaikan sebelumnya, saya tidak munafik, bahasa slang lebih membuat saya nyaman daripada harus berkaku setiap saat dalam setiap kesempatan. Saya juga tidak menjadikan KBBI sebagai kitab saya, walau selalu saya buka pada saat ada kesempatan. Namun untuk tanda baca, kata yang sudah ada, baiklah kita gunakan sebijaknya dan jangan diubah, karena penyusunan yang demikian tidaklah mudah untuk dibuat oleh para sepuh kita dulu. Hargai jerih payah mereka, Yap?
Apa alasannya? Yang jelas, bukan kehilangan minat, minat gue pada bidang ini masih sangat besar. Bahkan keinginan-mustahil-terwujud gue untuk ngambil program ganda dengan sastra indonesia masih belum pudar, ingin tapi ngga mungkin, sort of. Di bilang sibuk pun sebenernya ngga terlalu, banyak waktu kosong yang dipergunakan secara tidak efektif dan cuma nyampahin waktu: browsing tanpa tujuan, tidur, bahkan—melamun. Oh keren. No, no, time that i spend with meine freundin is not such a waste, gue melihatnya sebagai penghabisan waktu yang berkualitas, walau tidak melakukan apapun. Ha..
Untuk itu, gue mencoba untuk membangkitkan insting menulis yang entah sejak kapan tumpul. Caranya? Alamak, tidak ada jaminan seperti yang di berikan seperti saat kita meminjam uang ke bank, kalau gue memberi janji, nanti jaminannya disita, haha. Mudah sajalah, diusahakan untuk mengisi blog ini dengan rutin, amin gak? Amin dong ah.
Langkah pertama, gue meminta seseorang teman baik untuk memilihkan satu topik secara acak, berikutnya terserah gue akan mengembangkan topik itu menjadi seperti apa nantinya. Here it is.
__
Ejaan Yang Disempurnakan.
Ah, jangan keburu mengerutkan dahi terlebih dahulu setelah melihat judul diatas, salahkan Bayu Adiputro yang memilih topik itu.
Ejaan yang disempurnakan atau lebih akrab kita kenal dengan singkatan EYD adalah ejaan yang mulai dipakai di Indonesia pada tanggal 16 Agustus 1972. Mencakup 12 aspek total dan mungkin ratusan poin-poin kecil peranakan dari 12 aspek tersebut. 12 aspek tersebut adalah. Kapitalisasi, tanda koma, titik, seru, hubung, titik koma, tanya, petik, titik dua, kurung, elipsis dan tanda garis miring.
Sering kali kita sebagai bangsa Indonesia mengerdilkan fungsi dari EYD ini dan jelas-jelas meludahi tata bahasa yang ada. Mungkin masih dimaafkan apabila penggunaan EYD ini tidak terlalu dijunjung tinggi pada penulisan karya sastra, dengan dalih agar membuat karya tersebut menjadi lebih menarik dan lebih asik untuk dikonsumsi. Misal saja, penggunaan tanda titik berurutan untuk menimbulkan kesan hening dan membuat efek suram pada sebuah dialog, tentu dimaafkan. Tapi jika kesalahan terang-terangan tersebut digunakan dalam sebuah karya ilmiah, wah, tidak bisa berkomentar saya.
Walah, tidak usah jauh-jauh ke penulisan karya ilmiah yang meribetkan jiwa membuat pusing mata itulah, mari pindah saja ke fenomena sosial yang sedang marak belakangan ini. Situs jejaring sosial, tempat dimana tulisan menjadi media utama komunikasi—disamping fitur foto dan sebagainya, tentu. Mungkin bisa saya katakan, bahwa situs jejaring sosial semacam facebook atau myspace dapat dijadikan sampel bagaimana kondisi bangsa ini memandang sebuah bahasa. Saya tidak munafik, tentunya bahasa slang lebih menarik digunakan dalam keseharian, jadi saya tidak akan mengkritisi soal kosakata disini. Yang jadi masalah adalah, cara menulis, tipografi. Mengerti maksud saya? Begini.
Aku, menjadi aq.
Kamu, menjadi kmoch.
Dsb, ngga kuat melanjutkan, maaf.
Mengerti kan maksud saya? Tidak masalah dengan bahasa slang, tidak ada masalah dengan kosakata, tapi setidaknya, gunakanlah bahasa sebagaimana mestinya seperti yang sudah diatur oleh para pendahulu kita di masa lampau. Jika ingin membuat kata baru, maka akan sangat dipersilahkan, tapi janganlah merubah kata yang sudah ajeg, menjadi suatu bentuk lain yang (maaf) membuat merinding orang yang membacanya. Tidak harus menggunakan tata bahasa yang sebagaimana saya sebutkan di paragraf pertama, tanda baca yang baik dan benar. Tidak harus titik setelah akhir kalimat, tidak harus koma setelah satu kalimat selesai, tapi cukup gunakanlah dengan bijak. Karena satu tanda titik sudah cukup untuk mengakhiri, satu tanda seru sudah cukup untuk membuat satu kalimat berartikan seru, dan satu tanda tanya sudah menjelaskan dengan amat jelas kalau kita sedang bertanya.
Dalam facebook sendiri, cukup banyak grup yang menentang penggunaan bahasa demikian, jadi bukan hanya saya kan yang agak terlalu perfeksionis? Ada pula yang menyebutkan bahwa tata bahasa demikian adalah tata bahasa alay, entahlah, saya lebih suka menyebutnya sebagai penggunaan tipografi yang kebablasan daripada jenis bahasa yang digunakan oleh suatu kelompok tertentu. Saya juga tidak mendiskreditkan pengguna bahasa demikian, hanya saja, saya menghimbau untuk menggunakan bahasa sebagaimana mestinya. EYD diciptakan oleh orang Indonesia, kalau bukan orang Indonesia sendiri yang menggunakan serta melestarikannya, siapa lagi? Tidak lucu jika suatu saat nanti, kitab suci bahasa Indonesia kita yang melampirkan EYD diklaim oleh bangsa lain bukan? Jangan sampai kita berlatah ria menggunakan tatanan bahasa yang seharusnya pada saat itu, sudah terlalu terlambat, kawan.
Seperti yang saya sampaikan sebelumnya, saya tidak munafik, bahasa slang lebih membuat saya nyaman daripada harus berkaku setiap saat dalam setiap kesempatan. Saya juga tidak menjadikan KBBI sebagai kitab saya, walau selalu saya buka pada saat ada kesempatan. Namun untuk tanda baca, kata yang sudah ada, baiklah kita gunakan sebijaknya dan jangan diubah, karena penyusunan yang demikian tidaklah mudah untuk dibuat oleh para sepuh kita dulu. Hargai jerih payah mereka, Yap?
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comment:
Post a Comment