Ada hal yang begitu familiar, dikenal baik tak bercelah,
mengekor pada tiap-tiap benih akal siap tumbuh perlahan melalui tanah basah
perasaan pikiran. Terasa di lidah, hanya menunggu seseorang yang mengucapnya
hingga engkau berani turut ambil bicara. Yang tidak bisa dilupakan dengan
penghapus memori, noda yang tidak bisa hilang dengan pembersih kaca ingatan,
melekat seperti lumut, merambat cepat tanaman anggur. Yang kabur, menutup mulut
ketika terucap, yang melebar, tertawa lantang ketika disebut.
Selalu mengabur, tenggelam dalam komedi hidup, terbenam jauh
kedalam ranah sandiwara, mengapur dalam dosa-dosa berikut yang dijanjikan
dibuat. Malam membantu, dengan pekatnya gelap, dalam hitamnya, dalam pedihnya
cahaya kota yang membuat silau mata-mata para pelupa. Malam menghidupkan, semua
kenangan buruk baik yang pernah terjadi di waktu yang telah lewat, kenangan
yang pernah dirasa dan diucap diperbuat, yang tidak jarang hanya lewat sekejap
saja. Malam merambat melalui akar-akar ingatan, menusuk dalam ke tulang rawan,
menusuk kasar pekarangan janji dan sumpah yang membius tengkuk bila teringat.
Karena kau langgar.
Ngeri merayap, memejamkan mata yang membayang, yang juga
melupa, berusaha memasukkan kembali ingatan pahit yang timbul naik di
kesadaran. Rasa takut yang seharusnya lewat, rasa jijik yang sepatutnya hilang,
perasaan dingin di tulang belakang kembali menghantui jari-jemari yang jelas
bergetar. Mual, perut merintih yang bukan asam, jantung yang berdebar keras
yang bukan pompaan darah. Kau menggigit bibir, memegang gelasmu erat bergetar,
menyalakan rokokmu tanda menyatakan baik, menyentuh wajahmu—menutupi rasa malu
tanpa alasan. Mengingat? Merasa? Mengingin-melupa?
Masa-masa yang pernah diinjak, waktu yang dilalui, kata-kata
yang seperti baru saja kau ucap, kamu pernah disana. Di waktu itu. Satu hari,
minggu, tahun, entah kapan yang muncul dibayangan matamu, tapi waktu itu kamu
disana, bukan disini, tubuhmu disana, tak tampak disini. Kamu menjelajah waktu.
Merasakan hal yang bukan sekarang, mengecap dengan lidah masa lalu. Memejamkan
mata, memasuki lorong dunia sempit
dengan lantunan lagu populer masa itu. Kamu disana. Bersenandung dengan
lagu nostalgi.
Lalu kamu membuka mata, dengan aku dihadapanmu. Tersenyum
menunggu jelajah waktumu usai, mendekap dengan tangan-tangan yang kau bilang
nyaman, yang kau rasa dengan lima jarimu bertemu milikku, dengan kepalamu yang
bersandar masuk kedalam tubuhku. Tersadar bahwa itu semua telah usai,
perjalanan singkat namun panjang bila diusut, yang nampak lurus namun kusut
bila ditelusur. Tangis yang tak akan pernah terulang kau amini, tawa yang hadir
dan kau harap terulang denganku, rantaian nasib buruk, untaian memori indah
yang kau amini, itu hanya masa lalu.
Lalu perlahan, di kotak itu muncul kunci, yang kau pegang dengan
tangan mungilmu, yang kuarahkan, kugenggam lembut kearah lubang menganga di
sana. Terputar, dengan bunyi klik
nyaring, dan dengan sekuat tenagamu, kau patahkan kunci itu.
Seperti biasa, aku tersenyum.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comment:
Post a Comment