...Rekaman Tanpa Judul
Filed Under (Sikit Karya ) by Pitiful Kuro on Tuesday, November 16, 2010
Posted at : 12:06 AM
Clek..
ZzzZzzz..
“Silahkan, anda dapat mulai sekarang,”
“Oh, sudah ya? Baik-baik.. ehmm..”
“Ini tentang peristiwa malam itu, seperti yang telah saya bilang pada anda sebelumnya, saya sedang berjalan berdua dengan kekasih saya saat itu. Tepatnya sekitar pukul sebelas malam, yah, anda tidak perlu tahu kan alasan saya datang ke tempat demikian pada jam-jam itu? Hehe.. oh maaf. Maksud saya, saya sedang berjalan-jalan saja di sekitar taman itu, tidak ada yang aneh, cuaca memang agak lembab, tapi itu tidak mengganggu sama sekali, ya kan pak? Lalu sekitar setengah jam kami berkeliling, kami menemukan pemandangan yang cukup ganjil di tempat itu, emm, kurasa sekitar bagian timur taman, dekat kolam menari itu, ya ya.. kalau tidak salah saya melihat mereka disana.”
*Tlep*
Lelaki yang satu mematikan tape yang sedari tadi digunakan untuk merekam tiap perkataan orang satunya lagi, dengan tampang yang jelas menunjukkan ekspresi heran, berpadu dengan secercah kepuasan batin seorang jurnalis: melampaui penyeledikan polisi.
“Tunggu, mereka? Maksud anda ada dua orang atau lebih?”
“Ya, ada dua orang disana, satu ting—“
“Maaf-maaf, tunggu sebentar.”
*Clek*
“Lanjutkan.”
“Emm, yah, dua orang seperti yang saya katakan tadi, yang satunya tinggi besar, ia mengenakan kemeja flanel warna merah muda kalau tidak salah ingat, berkacamata, dan..emm.. kalau bisa dikatakan juga, tampangnya murung. Lalu yang satunya, jauh lebih kecil, lebih kurus, mungkin hanya seleher orang yang tinggi besar itu. Ia mengenakan baju serba hitam, tidak jelas apakah itu kemeja atau jas. Pastinya..”
...
...
*Tlep*
“Ada apa pak?”
“Oh, maaf, hanya berusaha mengingat kesan yang ditimbulkan orang itu, ah!”
*Clek*
“Kurasa, kalau aku tidak salah merasakan, aku merasakan tekanan yang sangat berat, meluncur dari tubuh orang itu dan menekan atmosfir jauh disekitarnya. Mudahnya, menyeramkan. Dan jangan tanya kenapa aku tahu bahwa orang itulah yang mengeluarkan tekanan itu, bukan satunya, aku tidak dapat menjelaskan dengan detail, intinya, aku merasakannya. Seperti.. kau ingin—maaf—membunuhnya, tapi juga menyayanginya secara bersamaan. “
“Tidak logis ya? Begitulah yang kurasakan. Ah, lalu sampai dimana tadi? Ya ya.. kami bertemu mereka, yah, jarak kami dari mereka lumayan jauh, sekitar 30-40meter. Mereka nampak berbincang dengan amat serius—tidak, bukan. Maksudku, orang yang kecil itu nampak menasehati orang yang besar itu. Entah apa, tidak terlalu jelas terdengar, karena suara lalu lintas di samping taman saat itu masih cukup jelas terdengar dan mengganggu pendengaran kami saat itu.”
“Ah ya.. keanehan mulai terjadi disini, pak. Awalnya kami bisa mengacuhkan obrolan mereka, toh jelas mereka tidak mempunyai hubungan apa-apa dengan kami, dan kami pun tidak ingin ikut campur masalah orang lain. Tapi niatan itu hilang musnah saat orang kecil itu mengeluarkan sebuah pisau. Whew, anda mungkin berpendapat saya cukup nekat, saya langsung berteriak dan berkata bolak balik, “hei! Letakkan pisaunya!”, tapi tidak mempan, kedua orang itu sama sekali tidak mengindahkan teriakanku. Baru saja sampai setengah jalan aku mendekati mereka, tiba-tiba aku teringat kekasihku, bahwa aku kesana bersama dengannya, dan tidak baik tentunya jika meninggalkan dia begitu saja. “
“Begitu aku menengok kebelakang, aku melihat dia, kekasihku, sudah jatuh terduduk, lemas dan tampak tanpa tenaga. Melihat itu, aku langsung berbalik arah, dengan niatan menolong kekasihku dan langsung pergi dari sana tanpa babibu. Dan kau tahu pak? Apa yang kurasakan saat aku memunggungi kedua orang itu? Phew, aku melihat gambaran diriku sendiri telah mati, leherku digorok sampai putus. Memang hanya ilusi, tapi aku tahu dengan jelas bagaimana rasanya saat itu, seperti benar-benar terjadi. Saya yang terkejut langsung membalik badan, dan melihat kedua orang itu sedang melihatku, dengan tampang yang sama-sama menyeramkan, seolah benar-benar ingin membunuhku. Aih, aku tak ingin mengingatnya lagi, sudah pak, hal terakhir yang kuingat dari malam itu adalah.. emm.. lolongan yang mengerikan, seperti lolongan anjing yang.. kesakitan..”
*Cklek*
ZzzZzzz..
“Silahkan, anda dapat mulai sekarang,”
“Oh, sudah ya? Baik-baik.. ehmm..”
“Ini tentang peristiwa malam itu, seperti yang telah saya bilang pada anda sebelumnya, saya sedang berjalan berdua dengan kekasih saya saat itu. Tepatnya sekitar pukul sebelas malam, yah, anda tidak perlu tahu kan alasan saya datang ke tempat demikian pada jam-jam itu? Hehe.. oh maaf. Maksud saya, saya sedang berjalan-jalan saja di sekitar taman itu, tidak ada yang aneh, cuaca memang agak lembab, tapi itu tidak mengganggu sama sekali, ya kan pak? Lalu sekitar setengah jam kami berkeliling, kami menemukan pemandangan yang cukup ganjil di tempat itu, emm, kurasa sekitar bagian timur taman, dekat kolam menari itu, ya ya.. kalau tidak salah saya melihat mereka disana.”
*Tlep*
Lelaki yang satu mematikan tape yang sedari tadi digunakan untuk merekam tiap perkataan orang satunya lagi, dengan tampang yang jelas menunjukkan ekspresi heran, berpadu dengan secercah kepuasan batin seorang jurnalis: melampaui penyeledikan polisi.
“Tunggu, mereka? Maksud anda ada dua orang atau lebih?”
“Ya, ada dua orang disana, satu ting—“
“Maaf-maaf, tunggu sebentar.”
*Clek*
“Lanjutkan.”
“Emm, yah, dua orang seperti yang saya katakan tadi, yang satunya tinggi besar, ia mengenakan kemeja flanel warna merah muda kalau tidak salah ingat, berkacamata, dan..emm.. kalau bisa dikatakan juga, tampangnya murung. Lalu yang satunya, jauh lebih kecil, lebih kurus, mungkin hanya seleher orang yang tinggi besar itu. Ia mengenakan baju serba hitam, tidak jelas apakah itu kemeja atau jas. Pastinya..”
...
...
*Tlep*
“Ada apa pak?”
“Oh, maaf, hanya berusaha mengingat kesan yang ditimbulkan orang itu, ah!”
*Clek*
“Kurasa, kalau aku tidak salah merasakan, aku merasakan tekanan yang sangat berat, meluncur dari tubuh orang itu dan menekan atmosfir jauh disekitarnya. Mudahnya, menyeramkan. Dan jangan tanya kenapa aku tahu bahwa orang itulah yang mengeluarkan tekanan itu, bukan satunya, aku tidak dapat menjelaskan dengan detail, intinya, aku merasakannya. Seperti.. kau ingin—maaf—membunuhnya, tapi juga menyayanginya secara bersamaan. “
“Tidak logis ya? Begitulah yang kurasakan. Ah, lalu sampai dimana tadi? Ya ya.. kami bertemu mereka, yah, jarak kami dari mereka lumayan jauh, sekitar 30-40meter. Mereka nampak berbincang dengan amat serius—tidak, bukan. Maksudku, orang yang kecil itu nampak menasehati orang yang besar itu. Entah apa, tidak terlalu jelas terdengar, karena suara lalu lintas di samping taman saat itu masih cukup jelas terdengar dan mengganggu pendengaran kami saat itu.”
“Ah ya.. keanehan mulai terjadi disini, pak. Awalnya kami bisa mengacuhkan obrolan mereka, toh jelas mereka tidak mempunyai hubungan apa-apa dengan kami, dan kami pun tidak ingin ikut campur masalah orang lain. Tapi niatan itu hilang musnah saat orang kecil itu mengeluarkan sebuah pisau. Whew, anda mungkin berpendapat saya cukup nekat, saya langsung berteriak dan berkata bolak balik, “hei! Letakkan pisaunya!”, tapi tidak mempan, kedua orang itu sama sekali tidak mengindahkan teriakanku. Baru saja sampai setengah jalan aku mendekati mereka, tiba-tiba aku teringat kekasihku, bahwa aku kesana bersama dengannya, dan tidak baik tentunya jika meninggalkan dia begitu saja. “
“Begitu aku menengok kebelakang, aku melihat dia, kekasihku, sudah jatuh terduduk, lemas dan tampak tanpa tenaga. Melihat itu, aku langsung berbalik arah, dengan niatan menolong kekasihku dan langsung pergi dari sana tanpa babibu. Dan kau tahu pak? Apa yang kurasakan saat aku memunggungi kedua orang itu? Phew, aku melihat gambaran diriku sendiri telah mati, leherku digorok sampai putus. Memang hanya ilusi, tapi aku tahu dengan jelas bagaimana rasanya saat itu, seperti benar-benar terjadi. Saya yang terkejut langsung membalik badan, dan melihat kedua orang itu sedang melihatku, dengan tampang yang sama-sama menyeramkan, seolah benar-benar ingin membunuhku. Aih, aku tak ingin mengingatnya lagi, sudah pak, hal terakhir yang kuingat dari malam itu adalah.. emm.. lolongan yang mengerikan, seperti lolongan anjing yang.. kesakitan..”
*Cklek*
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comment:
Post a Comment